Kamis, 27 April 2017

SI BUNGSU DAN ULAR RAKSASA


Dahulu kala, di Bengkulu hiduplah seorang janda tua dengan tiga orang anak perempuannya. Mereka hidup miskin dan tinggal di sebuah gubuk sederhana. Untuk memenuhi kebutuhannya, mereka mengandalkan penjualan hasil kebun yang sempit.
Suatu hari, wanita tua itu menderita sakit keras. Ia tidak lagi dapat bekerja mengolah kebun dan menjual hasil kebun itu ke pasar. Kini pekerjaannya digantikan oleh ketiga anak perempuannya.
Sudah berbagai tabib dipanggil untuk mengobati penyakit sang ibu, tetapi tidak satu tabib pun yang berhasil menyembuhkan penyakit ibu mereka. Hingga akhirnya, datang seorang peramal menemui ketiga anak perempuan wanita tua itu. Peramal itu berkata,

“Hanya ada satu cara untuk menyembuhkan penyakit ibu kalian, yaitu dengan memberikan obat khusus yang terbuat dari daun-daunan hutan yang dimasak dengan bara gaib. Untuk mendapatkan bara gaib ini memang sulit, kalian harus mencarinya di puncak gunung.”
“Apakah tidak ada cara lain untuk kami mendapatkan bara gaib itu, wahai peramal?” tanya salah seorang anak.
“Tidak ada. Dan satu lagi yang perlu kalian ketahui, konon di puncak gunung yang mengandung bara gaib itu dijaga oleh seekor ular gaib yang sangat besar dan menyeramkan,” ucap sang peramal.

Betapa kecewanya ketiga anak perempuan itu mendengar ucapan sang peramal. Ular gaib yang menjaga bara gaib itu menurut para penduduk desa, akan memangsa siapapun yang berusaha mendekati puncak gunung tersebut. Anak-anak perempuan itu hanya diam membisu. Tak ada yang berani pergi ke puncak gunung itu. Tapi si bungsu……melihat penderitaan ibunya, hatinya seakan-akan teriris-iris. Ia nekat keluar rumah untuk mencari obat bagi ibunya. Kedua kakaknya bukannya mendukung malah mengolok-oloknya.
Dengan susah payah ia masuk ke hutan. Setelah mendapatkan ramuan dedaunan kini ia mulai naik ke gunung untuk mencari bara gaib. Banyak rintangan yang harus dilalui, tanah dan bebatuan yang semakin miring dan curam membuat tenaganya terkuras.
Ketika hampir sampai di puncak gunung, hatinya semakin miris. Rasa takut menyelimuti dirinya. Sebab ia harus melewati kediaman ular n’Daung terlebih dahulu. Gua tempat tinggal ular n’Daung sungguh menyeramkan. Pohon-pohon disekitar gua itu besar-besar dan berlumut. Daun-daunnya yang rimbun menutupi sinar matahari sehingga tempat itu menjadi temaram agak gelap.
Belum habis rasa takutnya……tiba-tiba terdengar suara gemuruh dan raungan keras. Membuat tanah yang dipijaknya bergetar. Si Bungsu semakin takut. Beberapa saat kemudian ia melihat seekor ular besar berada di hadapannya. Sorot matanya tajam, lidahnya menjulur berulang-ulang.
Demi ibunya ia memberanikan diri,

“Wahai ular yang baik hati, bolehkah aku meminta sebutir bara gaib? Bara itu akan aku gunakan untuk merebus obat untuk ibuku yang sedang sakit keras.”
Tak disangka, ular itu menjawab dengan ramah, “Baiklah……aku akan memberimu bara gaib, tapi dengan satu syarat. Kamu harus mau menjadi istriku……!”

Si Bungsu menyanggupi syarat itu demi kesembuhan ibunya. Ia pulang membawa obat bagi ibunya. Setelah meminum obat itu ibunya sembuh seketika. Si Bungsu merasa bahagia.
Tapi ia harus memenuhi janjinya. Esok harinya, ia pergi ke puncak gunung untuk menemui ular n’Daung.
Saat tiba di gua ular n’Daung hari sudah larut malam. Alangkah terkejutnya si Bungsu karena ia melihat ular n’Daung berubah menjadi seorang Pangeran yang berwajah tampan.

“Wahai Pangeran, benarkah kau ini jelmaan ular n’Daung penjaga bara gaib?” tanya si Bungsu.
“Benar……akulah si ular n’Daung. Namaku Abdul Rahman Alamsyah. Aku telah disihir oleh pamanku. Aku menjadi ular hanya di waktu pagi sampai petang saja, jika malam aku berubah menjadi manusia lagi. Pamanku berlaku  curang, ia ingin merebut tahtaku dan menjadi raja.” kata Pangeran.

Sementara itu kedua kakak si Bungsu penasaran. Mengapa si Bungsu bisa selamat membawa bara gaib. Diam-diam mereka menyusul ke gua ular n’Daung. Alangkah terkejutnya mereka, ternyata si Bungsu sedang berbincang-bincang dengan seorang Pangeran yang berwajah tampan.

“Kurang ajar! Pantas saja ia betah tinggal di gua ini. Kiranya sedang pacaran dengan seorang pangeran.” Kara si Sulung, kakaknya yang pertama.
“Aku tidak suka sama si Bungsu hidup bersama pangeran itu. Ayo kita cari cara untuk mencelakakannya.” kata kakaknya yang kedua.

Kedua gadis itu berunding mengatur siasat. Mereka melihat kulit ular didepan pintu gua.

“Kita bakar saja kulit ular itu, pasti nantinya sang Pangeran akan marah, malah bisa-bisa si Bungsu dibunuhnya.” Kata si Sulung.

Rencana dijalankan, saat itu si Bungsu dan Pangeran jauh berada di dalam gua, sementara itu si Sulung dan kakak kedua mengambil kulit ular dan membakarnya di depan pintu gua. Setelah itu mereka berlari pulang.
Tapi kejadiannya tidak seperti yang diharapkan kedua gadis itu. Setelah Pangeran tahu bahwa kulit ularnya dibakar, ia malah berlari dan memeluk si Bungsu.

“Ada apa Kanda?”
“Istriku……sihir dari pamanku yang jahat itu musnah jika ada orang yang mau membakar kulit ularku dengan senang hati.” jawab sang Pangeran.

Kebahagiaan menyelimuti si Bungsu dan Pangeran. Pangeran Alamsyah kemudian memboyong si Bungsu ke istana. Pamannya yang telah berbuat jahat dihukum dan diusir dari istana.
Si Bungsu yang baik hati mengajak ibu dan kedua kakaknya ke istana. Kedua kakaknya merasa bersalah dan malu, mereka memilih tetap tinggal di gubuk tua.


SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar