FERDINAND MAGELLAN


PETUALANGAN kawakan, Ferdinand Magellan, menggenggam sepucuk surat dari salah seorang karibnya, Fransisco Serrano,

“Pergilah ke suatu tempat. Ikuti arah peta ini. Akan kau jumpai pulau yang lebih besar dan lebih makmur daripada yang pernah ditemukan Vasco da Gama. Aku sendiri tengah menetap disini. Dipulau yang kaya ini. Pulau rempah – rempah……!”

Demikian bunyi surat itu.

Ferdinand Magellan segera mengubah haluan. Semula rencananya untuk kembali  ke Portugal dibatalkan. Ia akan menemui raja Spanyol waktu itu, Charles V. Kemudian ia mengajukan usul kepada raja agar disediakan beberapa buah kapal yang besar dan kuat. Dan sudah barang tentu berikut anak buahnya. Raja pun menyetujui usul tersebut tetapi dengan syarat. Magellan harus menyerahkan sebagian rempah-rempah jika ia telah berhasil menemukan pulau itu.

“Baiklah akan saya serahkan kepada Paduka, rempah-rempah itu!” katanya kepada Raja Charles V.

Meskipun untuk itu, Magellan harus melepaskan kewarganegaraannya sebagai warga Negara Spanyol. Sedangkan ia sendiri, sebelumnya adalah penduduk Portugal.


Semua perbekalan telah disiapkan. Kesulitan pertama ditemui Magellan dalam menghimpun beberapa anak buahnya. Sebagian dari mereka merasa keberatan untuk melibatkan diri dalam petualangan yang nekad ini. Siapa orangnya yang terlalu bodoh untuk menyerahkan nyawanya di tengah – tengah samudera ganas ?

Setelah memilih beberapa awak kapal yang bertubuh sehat, akhirnya terkumpullah tidak kurang dari tiga ratus orang yang bersedia mengikut perjalanan ini.

“Jangan terlalu lama kita terapung diatas ombak yang ganas. Karena musim saat ini sedang buruk……”
“Ingat selalu perbekalan kita. Kalau tidak, tentu kita akan kelaparan,” nasehat beberapa buah anak kapal yang ditujukan kepda Magellan.

Magellan sendiri sudah terbiasa dalam perjalanan yang menyerempet bahaya. Namun begitu, nasehat itu di dengarnya dengan penuh bijaksana.

Ketakutan mereka memang cukup beralasan. Karena baru beberapa hari, kapal-kapal yang beriring-iringan itu sudah harus berurusan dengan ombak dan angin yang keras. Armada itu dihempaskan seperti kapal – kapal yang terbuat dari kertas saja. Banyak dari awak kapal Victoria itu sudah membayangkan datangnya maut yang setiap waktu mengintai mereka. Sementara sebagian lainnya mabuk dipermainkan ombak laut yang ganas.



“Putar haluan! Lekas……putar haluan! Kita kembali ke Spanyol!” teriakan itu datangnya dari beberapa awak kapal. Magellan segera menenangkan mereka. Sementara itu, badai mengamuk semakin menggila.
“Tabahkan hati kalian! Kita merapat ke pulau terdekat, sementara menunggu cuaca lebih baik!” teriakan Magellan.

Magellan berhasil membesarkan hati anak buahnya. Karena mereka memang melihat daratan yang menghampar di hadapan mereka.

“Patagones……” desis Magellan kepada anak buahnya.

Mereka segera turun dari geladak dan mendapatkan penduduk pribumi. Yang paling menonjol dari penduduk Patagones adalah kaki mereka yang berukuran raksasa. Itulah sebabnya, Magellan menyebutnya sebagai Patagones, Negeri orang-orang berkaki besar.

Setelah badai mereda, mereka segera melakukan perjalanan lagi. Perbekalan semakin hari semakin menipis. Bahaya kelaparan sudah tidak dapat dihindarkan lagi. Wajah-wajah anak buah kapal tampak kejang. Matanya selalu mengeluarkan air. Berpuluh – puluh korban telah jatuh di tengah Samudra Pasifik lautan Teduh.

“Lebih baik makan kayu – kayu kapal ini, daripada harus kembali.”

Magellan berusaha memompa semangat anak buahnya. Meskipun mereka tinggal separuh dari jumlah semula. Seruan itu berhasil menambah keberanian anak buahnya. Meskipun mereka hanya memakan makanan sedapatnya. Mereka makan lebih buruk daripada makanan binatang sekalipun.

Sepercik harapan mulai tumbuh kembali. Di depan mereka, tampak sebuah pulau. Mungkin pulau rempah – rempah yang mereka cari ?

Ternyata mereka sampai di kepulauan yang sampai sekarang bernama Filipina. Rombongan disambut dengan ramah oleh penduduk setempat. Kekecewaan tergambar dari wajah mereka. Karena pulau yang dicari itu belum mereka temukan juga. Tetapi mereka merasa bersyukur, karena telah terhindar dari kelaparan. Meskipun hanya untuk sementara waktu.

Keesokan harinya, iring – iringan kapal itu sudah memulai mengapung kembali di lautan. Pulau demi pulau, selat demi selat mereka lalui. Hingga sampailah mereka disebuah pulau, Pulau Borneo (Kalimantan), pulau yang mereka sebut sebagai pulau terbesar. Setelah singgah beberapa hari di pulau ini, rombongan petualang itu sudah jauh berkurang jumlahnya. Setiap hari, selalu saja ada korban yang jatuh karena letih dan lapar.

Akhirnya, setelah menempuh perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan itu, para rombongan berhasil menemukan pulau yang selama ini mereka cari. Kepulauan rempah – rempah. Ternate dan Tidore ! Di tempat inilah mereka bertemu sahabat lama Magellan, Fransisco Serrano. Kegembiraan mereka tampak dari raut wajah yang tadinya muram, berubah menjadi berseri-seri. Rasa ingin segera bertemu dengan sahabatnya, membuat Serrano langsung menanyakan kepada awak kapal, tentang Ferdinand Magellan.

“Apakah pemimpin kalian telah kembali lebih awal, sehingga ia tidak berada ditengah – tengah kalian?” tanya Serrano kepada Juan de Cano, salah seorang anak buah kapal Victoria.

Juan de Cano tidak segera menjawab. Wajahnya kembali murung. Dengan terbata – bata ia mencoba untuk menjelaskan musibah itu kepada Francisco Serrano.

“Magellan sudah mendahului kami. Magellan meninggal dunia dan jenazahnya kami kubur di Filipina,” kata Juan de Cano menjelaskan.
“Tetapi kami akan terus melakukan perjalanan dengan semangat pemimpin kami, Ferdinand Magellan,” katanya lagi.

Di bawah pimpinan Juan de Cano, rombongan yang semula berjumlah ratusan itu, kini tinggal delapan belas orang saja. Kapal yang semula berjumlah lima buah kapal, sekarang tinggal sebuah, itu pun dalam keadaan yang parah. Tetapi kata – kata Magellan, terus mengiang di telinga mereka.
“Lebih baik mati, daripada harus kembali di tengah jalan!”
Kata-kata itu selalu diulang-ulang selagi Magellan masih hidup.



Dan kedelapan belas orang itu pun berhasil mengelilingi dunia, berkat kepeloporan Ferdinand Magellan. Sehingga orang-orang menyebut Magellan dan teman-temannya, sebagai pelopor yang menyingkirkan mitos yang keliru, bahwa seorang Atlas lah yang memikul dunia di atas bahunya. Karena dengan pelayaran mereka mengelilingi dunia, mereka dapat kembali ke tempat semula. Dan tentang dunia itu bundar pun tidak dapat dipungkiri lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar