Dahulu,
hiduplah sepasang suami istri di sebuah desa di Pulau Belitung. Walaupun hidup
miskin, mereka tetap rukun dan bahagia. Namun, mereka belum mempunyai anak.
Mereka tidak putus asa, hampir setiap saat berdo’a kepada Tuhan.
“Ya, Tuhan! Karuniakanlah
kami seorang anak, walaupun sebesar kelingking!” itulah do’a yang selalu mereka
panjatkan. Tidak berapa lama sang istri mengandung.
Beberapa
bulan kemudian, sang istri pun melahirkan. Alangkah terkejutnya mereka, ketika
melihat bayinya hanya sebesar kelingking. Oleh karena itu, mereka memberinya
nama Kelingking.
Si
Kelingking mempunyai kebiasaan aneh. Walaupun badannya sangat kecil tetapi si
Kelingking mampu menghabiskan makanan yang banyak. Orang tuanya jadi sering
kerepotan. Mereka miskin. Untuk makan sehari-hari saja susah. Ditambah kerakusan
si kelingking maka kesabaran mereka jadi hilang.
Akhirnya,
mereka memutuskan untuk membuang jauh-jauh si kelingking. Pada suatu hari, sang
ayah mengajak si Kelingking ke hutan mencari kayu. Setibanya ditengah hutan,
sang ayah segera menebang pohon besar yang diarahkan kepada anaknya. Beberapa
saat kemudian, pohon besar itupun roboh menimpa si Kelingking. Setelah
memastikan dan yakin anaknya mati, sang ayah segera kembali ke rumahnya.
Mendengar cerita suaminya, sang istri pun menjadi lega. Meraka lupa bahwa
perbuatan membunuh anak sendiri adalah perbuatan tercela.
“Bang, mulai hari ini
hidup kita akan jadi tenang,” kata sang istri kepada suaminya. Baru saja kata-kata itu
terlontar dari mulut istrinya, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari luar
rumah.
“Ayah……! Ayah……!
Diletakkan dimana kayu ini?” suara keras terdengar dari luar rumah.
“Bang! Bukankah anak itu sudah mati?” tanya istrinya dengan penuh
rasa heran.
“Ayo, kita keluar
melihatnya!” seru
sang suami penasaran.
Mereka
sangat terkejut melihat si Kelingking sedang memikul sebuah pohon besar
dipundaknya. Setelah meletakkan kayu itu, si kelingking langsung mencari
makanan dirumahnya. Karena merasa kelaparan, ia pun menghabiskan sebakul nasi.
Sementara ayah dan ibunya hanya duduk terbengong-bengong melihat anaknya, tidak
tahu apa yang harus diperbuat.
Singkat
cerita, meskipun sudah beberapa kali disingkirkan, tetapi ia tetap kembali
lagi. Mereka kehabisan akal untuk menyingkirkan si Kelingking.
Ketika
melihat si Kelingking begitu lahapnya makan dan seolah tak pernah tahu niat
jahat orang tuanya, akhirnya mereka sadar. Si Kelingking adalah darah
dagingnya, sudah seharusnya ia dipelihara dengan baik. Sejak saat itu, mereka
menerima keadaan si Kelingking dengan ikhlas. Tenaga si Kelingking yang sangat
besar dan kuat itu ternyata sangat berguna. Dengan tenaganya yang besar, si
Kelingking mampu melakukan pekerjaan yang berat. Banyak tetangga yang
memerlukan bantuannya. Ia mendapat imbalan yang pantas. Akhirnya kehidupan
mereka menjadi lebih baik. Tidak lagi kekurangan, si Kelingking sudah bisa
makan atas usahanya sendiri, bahkan juga bisa membantu kedua orang tuanya.
SELESAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar