Senin, 24 April 2017

SI KLINGKING


Dahulu, hiduplah sepasang suami istri di sebuah desa di Pulau Belitung. Walaupun hidup miskin, mereka tetap rukun dan bahagia. Namun, mereka belum mempunyai anak. Mereka tidak putus asa, hampir setiap saat berdo’a kepada Tuhan.

“Ya, Tuhan! Karuniakanlah kami seorang anak, walaupun sebesar kelingking!” itulah do’a yang selalu mereka panjatkan. Tidak berapa lama sang istri mengandung.

Beberapa bulan kemudian, sang istri pun melahirkan. Alangkah terkejutnya mereka, ketika melihat bayinya hanya sebesar kelingking. Oleh karena itu, mereka memberinya nama Kelingking.

Si Kelingking mempunyai kebiasaan aneh. Walaupun badannya sangat kecil tetapi si Kelingking mampu menghabiskan makanan yang banyak. Orang tuanya jadi sering kerepotan. Mereka miskin. Untuk makan sehari-hari saja susah. Ditambah kerakusan si kelingking maka kesabaran mereka jadi hilang.

Akhirnya, mereka memutuskan untuk membuang jauh-jauh si kelingking. Pada suatu hari, sang ayah mengajak si Kelingking ke hutan mencari kayu. Setibanya ditengah hutan, sang ayah segera menebang pohon besar yang diarahkan kepada anaknya. Beberapa saat kemudian, pohon besar itupun roboh menimpa si Kelingking. Setelah memastikan dan yakin anaknya mati, sang ayah segera kembali ke rumahnya. Mendengar cerita suaminya, sang istri pun menjadi lega. Meraka lupa bahwa perbuatan membunuh anak sendiri adalah perbuatan tercela.

“Bang, mulai hari ini hidup kita akan jadi tenang,” kata sang istri kepada suaminya. Baru saja kata-kata itu terlontar dari mulut istrinya, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari luar rumah.
“Ayah……! Ayah……! Diletakkan dimana kayu ini?” suara keras terdengar dari luar rumah.
 “Bang! Bukankah anak itu sudah mati?” tanya istrinya dengan penuh rasa heran.
“Ayo, kita keluar melihatnya!” seru sang suami penasaran.

Mereka sangat terkejut melihat si Kelingking sedang memikul sebuah pohon besar dipundaknya. Setelah meletakkan kayu itu, si kelingking langsung mencari makanan dirumahnya. Karena merasa kelaparan, ia pun menghabiskan sebakul nasi. Sementara ayah dan ibunya hanya duduk terbengong-bengong melihat anaknya, tidak tahu apa yang harus diperbuat.

Singkat cerita, meskipun sudah beberapa kali disingkirkan, tetapi ia tetap kembali lagi. Mereka kehabisan akal untuk menyingkirkan si Kelingking.

Ketika melihat si Kelingking begitu lahapnya makan dan seolah tak pernah tahu niat jahat orang tuanya, akhirnya mereka sadar. Si Kelingking adalah darah dagingnya, sudah seharusnya ia dipelihara dengan baik. Sejak saat itu, mereka menerima keadaan si Kelingking dengan ikhlas. Tenaga si Kelingking yang sangat besar dan kuat itu ternyata sangat berguna. Dengan tenaganya yang besar, si Kelingking mampu melakukan pekerjaan yang berat. Banyak tetangga yang memerlukan bantuannya. Ia mendapat imbalan yang pantas. Akhirnya kehidupan mereka menjadi lebih baik. Tidak lagi kekurangan, si Kelingking sudah bisa makan atas usahanya sendiri, bahkan juga bisa membantu kedua orang tuanya.


SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar