Pelarian Penyamun Ulung
Lebih dari
200 tahun yang lalu, kebanyakan orang di negeri Inggris segan meninggalkan desa
mereka, walaupun ada juga beberapa orang yang senang bepergian dengan
menunggang kuda atau naik kereta kuda. Saat itu tidak ada kereta api, mobil,
apalagi pesawat terbang. Perjalanan dari satu kota ke kota yang lain sering
memakan waktu beberapa hari. Itulah sebabnya banyak orang tidak suka bepergian,
disamping juga karena mereka takut.
Mengapa ?
Saat itu ada
banyak penyamun yang menghadang di dekat jalan raya yang sangat jauh dari kota
dan desa. Para penyamun itu biasa menunggu korbannya pada malam hari. Bila
terdengar suara derap kaki kuda dari kejauhan dan nampak kereta kuda yang
membawa penumpang, para penyamun pun bersiap-siap menyetopnya dengan pistol di
tangan.
Mereka
merampas barang dan uang dari penumpang yang kaya. Kadang-kadang, agen polisi
atau sherif berhasil menangkap seorang penyamun yang malang kemudian
menjatuhinya hukuman gantung. Mengerikan dan menyedihkan !
Tokoh
penyamun Inggris yang terkenal pada saat itu bernama Dick Turpin. Ia dilahirkan
pada tahun 1706 di sebuah kota yang letaknya tidak jauh dari London.
Sejak
kanak-kanak sampai dewasa Dick senang naik kuda. Sebagai seorang yang harus
hidup ia sangat membutuhkan uang, namun ia mencari uang dengan jalan yang
sesat, tidak halal dan penuh dengan resiko. Dick mulai mencegat kereta-kereta
kuda yang lewat dan merampas dengan paksa semua barang-barang milik penumpang.
Banyak orang
membicarakan Dick Turpin dimana saja mereka bertemu, apalagi di Inggris. Topic
pembicaraan waktu itu begitu hangat tentang Dick Turpin dan seekor kuda
miliknya yang bernama Black Bess.
“Kuda yang
ditungganginya adalah seekor kuda betina yang sangat cantik,” kata seorang bapak kepada kawanannya
tentang Dick Turpin.
Ia mencuri
dari salah seorang penumpang kereta pada suatu malam. Seperti biasa ia
menghadang, kemudian menyetop kereta kuda dengan todongan pistol di tangannya.
Di dalam kereta itu ada seorang penumpang laki-laki tua bersama istrinya,
sedangkan pemuda yang menunggang kuda dibelakang kereta itu adalah anak mereka.
Keluarga itu tidak seberapa kaya karenanya Dick tidak mendapatkan uang terlalu
banyak. Dick kelihatan begitu kecewa dan marah, tapi tiba-tiba ia melihat kuda
yang dinaiki anak laki-laki itu. Aah……kuda itu bagus sekali, Dick kagum dalam
hatinya.
“Turun !” bentak Dick.
Dengan
ketakutan pemuda itu menuruti perintah Dick. Ia turun dari kudanya.
“Cepat masuk ke dalam
kereta. Cepaaat !”
bentak Dick lagi.
Dick segera
mengikat leher kuda itu dengan tali dan membawanya lari mengikuti kuda yang
dinaikinya. Setelah itu kemana pun Dick pergi, Black Bess, kuda curiannya
itulah yang setia menyertainya.
Dick
mempunyai seorang teman yang bernama Tom King yang juga seorang penyamun.
Pertemuan mereka diawali pada musim dingin, di malam yang gelap, ketika Dick
mencegat sebuah kereta. Banyak juga penumpang di kereta itu.
“Angkat tangan !” teriak Dick.
Para
penumpang melihat kearah pistol Dick, kemudian mengangkat tangan cepat-cepat
karena menatap wajah Dick yang penuh kemarahan. Dick mencari-cari uang mereka
dan melepas cincin serta perhiasan yang mereka pakai. Tetapi pekerjaan ini
tidak mudah karena malam itu begitu gelap, tidak ada sinar bulan sedikit pun.
Dick tidak menemukan tas sebab ia hanya meraba dengan sebelah tangan saja,
sementara tangan yang satunya memegang pistol. Para penumpang ketakutan dan
segera memberikan semua yang mereka miliki kepada Dick.
“Mengapa mereka tak
satu pun di antara mereka yang mencoba melakukan perlawanan? Mengapa mereka
cepat memberikan uangnya kepadaku? Biasanya penumpang-penumpang ini tidak
begini,” pikir Dick
dalam hatinya.
Sampailah
Dick pada penumpang yang paling pojok. Dick bukannya memperoleh uang tetapi
melainkan memperoleh jawaban atas pertanyaan dalam hatinya itu. Seorang
laki-laki yang duduk di barisan paling pojok juga mempunyai sebuah pistol dan
ia bukan seorang penumpang biasa. Ia juga seorang penyamun seperti Dick, yang
tak lain adalah Tom King.
“Kita berdua sama-sama
mencegat kereta ini,”
katanya kepada Dick.
Akhirnya
setelah turun dari kereta, mereka pergi ke sebuah gubuk yang tenang untuk
menyelesaikan persoalan ini. Akhirnya Dick memberi Tom setengah dari jumlah
uang rampasannya. Sejak itu mereka menjadi sahabat yang baik dan sama-sama
bersepakat untuk bekerja sama.
Di tahun
1738, Dick dan Tom bermalam di sebuah rumah penginapan dan mereka makan malam
bersama. Kini Dick telah berusia 32 tahun. Malam itu Dick bercerita kepada Tom
tentang riwayat dan pengalaman pekerjaannya. Tom mendengarkan dengan penuh
perhatian. Wajah Tom sudah dipenuhi garis-garis keriput. Ia lebih tua dari Dick
dan ia sudah mulai jarang bekerja. Ia tidak ingin merampok lagi.
“Apakah kuda-kuda kami
sudah diberi makan?”
tanya Dick kepada tuan rumah yang juga pemilik penginapan yang mereka tempati.
“Sudah,” jawab tuan rumah itu sambil berlalu.
Sebenarnya
pemilik penginapan itu merasa takut dengan adanya dua orang penyamun yang
bermalam di tempatnya. Karena ia tidak ingin berurusan dengan agen polisi.
Benar juga, tidak lama kemudian setelah kedatangan Dick dan Tom, datang juga
tiga orang agen polisi.
“Kami mencari dua orang
penyamun dan kami akan menunggu mereka di penginapan saudara,” kata salah seorang kepada pemilik
penginapan.
Tom dan Dick
segera mengetahui kalau mereka sudah menjadi buronan polisi. Segera mereka
melarikan diri melalui pintu belakang rumah penginapan. Kuda mereka ada di
tempat itu. Dick dengan sigap melompat ke punggung Black Bess. Seorang agen
polisi yang mendengar suara-suara mencurigakan segera lari dan mengejar Dick
tetapi Black Bess menyepaknya hingga agen polisi itu terlempar. Kesempatan itu
tidak disia-siakan oleh Dick. Ia segera memecut Black Bess.
“Lariiiii……!”
Kuda Tom
tidak segesit Black Bess. Seorang agen polisi yang masih tinggal, menyeretnya
turun dari punggung kuda. Tom melakukan perlawanan semampunya dengan tiga orang
polisi, tetapi kini ia hanya tinggal seorang diri. Ia berteriak memanggil Dick,
“Tolong! Tolong bantu
aku Dick! Tembak mereka! Aku sangat lemah! Kalau tidak mereka akan
menggantungku!”
Salah
seorang agen polisi itu mendorong Tom dengan keras hingga posisi Tom tepat
didepan peluru Dick. Letusan pistol Dick tepat mengenai kepala Tom. Tom jatuh
tersungkur berlumuran darah, dua menit kemudian ia tewas.
Betapa
sedihnya Dick waktu itu. Untuk beberapa saat ia hanya diam tidak tahu apa yang
harus diperbuatnya. Polisi-polisi itu juga tertegun melihat Tom, kemudian
mengalihkan perhatiannya kepada Dick lalu mereka saling berpandangan. Apakah
mereka senang? Tentu tidak ! Mereka kesal dan marah karena tidak pernah ada
seorangpun yang memberi mereka uang untuk seorang penyamun yang sudah tewas.
Mereka
kembali mengalihkan perhatiannya kepada Dick, ketika Dick melempar pistolnya ke
dekat dinding rumah penginapan. Ia tidak lagi memerlukan pistol itu. Ia kesal,
menyesal, marah dan benci, benci sekali ! Tiba-tiba ia menepuk punggung Black
Bess dan segera melesat secepat kilat. Polisi segera melompat ke punggung
kudanya masing-masing lalu mengejar Dick. Tetapi mereka jauh ketinggalan di
belakang Dick. Black Bess sangat kuat, kuda yang setia dan tidak ada kuda yang
dapat menandinginya. Melarikan diri dari kejaran agen polisi tidaklah merupakan
kesulitan bagi Black Bess.
Agen polisi
sebenarnya tidak begitu suka menunggang kuda. Tetapi salah satu kuda dari
mereka adalah kuda yang cukup bagus, berbeda dengan dua ekor kuda lainnya yang
sudah kelihatan lemah dan letih. Black Bess berlari kearah kiri jalan mendaki
puncak bukit menuju Hampstead.
Agen polisi
berada tidak jauh dari belakang Dick. Seorang diantaranya berteriak,
“Cegat dia ! Cepat !
Kejar penyamun itu !”
Beberapa
orang yang berdiri di jalan di sebuah desa bingung tidak mengerti. Mereka
membiarkan Dick lolos begitu saja. Bahkan beberapa diantara mereka malah
melompat ketakutan ke tepi jalan menghindari langkah Black Bess yang buas.
Dick
akhirnya sampai di perbatasan kota. Akan tetapi jalan memasuki itu dihalangi
semacam pintu gerbang yang berpalang kayu. Pintu itu selalu tertutup. Orang
yang lewat disitu harus memberikan uang bea masuk pada penjaga pintu, baru
pintu akan dibukakan.
“Kami akan menangkapnya
sekarang!” seorang
agen polisi berteriak lagi.
Tetapi Dick
tidak menghiraukan. Ia berbisik kepada Black Bess. Kemudian kuda itu segera
melompat dengan indahnya melewati pintu gerbang.
Penjaga pintu
berlari keluar dari sebuah gardu. Ia dan agen polisi sampai di pintu gerbang
bersamaan.
“Buka pintu !” bentak seorang agen polisi yang
sampai terlebih dahulu.
“Saya tidak mendapat
uang bea dari orang liar tadi,” jawab penjaga pintu itu dengan muka marah.
“Saya agen polisi dan
laki-laki tadi adalah penyamun ulung di Inggris ini,” seorang agen polisi memberikan
alasan agar tidak membayar bea masuk.
“Saya tidak akan
membuka pintu tanpa uang bea,” jawab penjaga pintu bersikeras.
Polisi itu
sangat marah tetapi ia mengambil juga uang dari sakunya, kemudian
melemparkannya ke tanah. Dua orang temannya tiba dan merekalah yang akhirnya
membukakan pintu gerbang.
Satu jam
kemudian Dick sudah meninggalkan London kira-kira 20 mil jauhnya. Kini ia
sampai pada dataran tanah yang luas dan banyak ditumbuhi pepohonan. Ia merasa
sedikit lega.
“Saya akan pergi ke
York, “ pikirnya.
“Tidak pernah ada orang
menunggang kuda hampir 200 mil dalam satu malam. Tetapi saya akan mencobanya.”
Sampai
disebuah penginapan yang sunyi Dick berhenti untuk beristirahat. Perjalanan
yang jauh membuatnya amat lelah, haus dan lapar. Pemilik penginapan membawakan
satu tong air untuk Black Bess. Lalu ia juga menyediakan segelas minuman hangat
bagi Dick. Tubuh Black Bess basah. Dengan kasih sayang, Dick menyeka dan
menaruh selimut hangat di punggungnya, kemudian kuda setia itu diberi makan
oleh istri pemilik penginapan. Dick sendiri dengan rakusnya melahap ayam goreng
dengan keju dan beberapa potong roti.
“Katakan pada agen
polisi, Dick Turpin meneruskan perjalanannya ke York dan jangan berikan mereka
kuda-kuda baru,”
pesan Dick kepada pemilik penginapan sambil memberikan beberapa lembar uang
sebagai hadiah.
Sepuluh
menit kemudian, rombongan agen polisi itu tiba, tetapi Dick sudah berada 3 mil
dari penginapan. Agen polisi mencari kuda-kuda baru tetapi pemilik penginapan
tidak mempunyai seekor pun.
“Dick Turpin telah
pergi ke York,” kata
pemilik penginapan seraya menutup pintu.
Di tengah
kota ada penginapan lagi dan para agen polisi itu mendapatkan kuda-kuda baru
disitu. Black Bess lari dan lari seakan tiada hentinya, sedangkan hari sudah
mulai gelap. Masih 50 mil atau 60 mil lagi menuju York, tetapi agen polisi
tetap membuntutinya. Mungkin kira-kira 2 mil di belakangnya.
Dick
berbisik lembut pada Black Bess dan mereka berhenti di balik barisan pohon-pohon
untuk melap tubuh Black Bess dengan selimut. Ia minum sedikit dari botol yang
terselip di pinggangnya, kemudian memberikan juga kepada Black Bess.
Beberapa
menit kemudian Dick melompat sigap ke punggung Black Bess dan segera
melanjutkan perjalanannya melalui padang rumput yang luas. Ia sampai pada
sebuah jalan kecil yang berbelok kearah selatan. Dick sudah berjalan lebih dari
30 mil. Black Bess mulai lemah, ia jatuh tetapi segera bangkit lagi dengan sisa
tenaganya.
“Sepuluh mil lagi kita
akan sampai di tujuan,” kata Dick.
“jangan berhenti
sekarang, kudaku yang berani.”
Mereka masih
harus melewati sebuah sungai yang dalam dan lebar. Dick menoleh ke kanan,
nampaklah agen polisi kira-kira 30 meter. Ketiga polisi siap dengan pistol di
tangan. Mereka tidak menembak Dick karena mereka tidak ingin menyaksikan
tewasnya seorang penyamun untuk yang kedua kalinya. Black Bess mempercepat
larinya menyeberangi sungai. Air sungai yang dingin mungkin baik untuk menyegarkan
tenggorokan Black Bess yang mulai kehausan. Sementara agen polisi menyeberangi
sungai melalui jembatan di jalan lain.
Black Bess
kian berani, tangkas dan liar. Ia seperti ketakutan berlari tunggang langgang
sebab tiga ekor kuda yang ada dibelakangnya memburunya. Hari sudah hampir pagi.
Dick memandang kedepan, kota York telah nampak dihadapannya. Sesaat Dick
tersenyum bahagia. Tiab-tiba saja Black Bess jatuh. Kali ini kuda setia itu
tidak bangkit lagi.
Black Bess
telah mati, Dick duduk disisi Black Bess yang terkapar menyedihkan. Ia sangat
menyayanginya tetapi disinilah ia harus mengakhiri pelariannya. Agen polisi
segera menangkapnya.
Pada
akhirnya,Dick Turpin si penyamun ulung itu harus menjalani hukuman gantung di
York pada 7 April 1739.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar