Senin, 24 April 2017

SI PAHIT LIDAH


Dahulu kala ada seorang pangeran bernama Serunting. Ia adalah keturunan raksasa dari daerah Sumidang. Ada satu sifat buruk yang dimilikinya, yaitu selalu iri dengan milik orang lain. Rasa iri ini dirasakannya juga kepada saudara iparnya, adik dari istrinya sendiri yang bernama Aria Tebing. Rasa iri tersebut berlanjut dengan pertengkaran di antara keduanya.

Pertengkaran tersebut berlanjut menjadi permusuhan besar. Penyebabnya, mereka memiliki ladang padi bersebelahan yang dipisahkan oleh pepohonan. Dibawah pepohonan itu ditumbuhi cendawan. Cendawan yang menghadap ladang Aria Tebing tumbuh menjadi logam emas, sedangkan cendawan yang menghadap ladang Serunting tumbuh menjadi tanaman yang tidak berguna. Serunting menuduh Aria Tebing telah menggunakan ilmunya untuk mengubah cendawan miliknya menjadi tumbuhan ilalang.

Pada suatu hari, terjadilah perkelahian sengit antara Serunting dan Aria Tebing. Karena Serunting lebih sakti, Aria Tebing terdesak dan hampir terbunuh. Namun, Aria Tebing berhasil melarikan diri. Kemudian ia menemui dan membujuk kakaknya (istri dari Serunting) untuk memberitahukan rahasia kesaktian Serunting. Setelah mendengar rahasia kesaktiannya, Aria Tebing kembali menantang Serunting. Serunting menerima tantangan itu. Ketika perkelahian berada pada puncaknya, Aria Tebing hampir saja dikalahkan. Pada saat terdesak itu, Aria Tebing melihat ilalang yang bergetar. Segera ia menancapkan tombaknya pada ilalang yang bergetar itu. Serunting langsung terjatuh dan terluka parah. Serunting kaget, karena adik iparnya dapat mengetahui rahasianya itu, padahal hanya istrinya yang tahu. Merasa dikhianati istrinya, ia pun pergi mengembara.

Serunting pergi bertapa ke Gunung Sigantung. Oleh Dewa Mahameru, ia dijanjikan kekuatan gaib. Kesaktian itu berupa kemampuan lidahnya mengubah sesuatu sesuai yang diinginkannya. Selanjutnya, ia berniat kembali ke kampung halamannya di Sumidang. Dalam perjalanan pulang tersebut, ia menguji kesaktiannya. Di tepi Danau Ranau, dijumpainya hamparan pohon-pohon tebu yang sudah menguning.

“Jadilah batu!” kata Serunting.


Maka benarlah, tanaman itu berubah menjadi batu. Ia pun mengutuk setiap orang yang dijumpainya di tepian Sungai Jambi menjadi batu. Sejak saat itu, Serunting mendapat julukan si Pahit Lidah. Setelah sekian lama berjalan dari satu daerah ke daerah lainnya, si Pahit Lidah pun sadar atas kesalahannya dan ia ingin menebus segala kesalahan dengan kebaikan.

Dikabarkan, ia mengubah Bukit Serut yang gundul menjadi hutan kayu yang rimbun. Penduduk setempat senang dan menikmati hasil hutan yang melimpah. Walaupun kata-kata yang keluar dari mulutnya telah berbuah manis, Serunting tetap dijuluki sebagai si Pahit Lidah.


SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar