Selasa, 18 April 2017

TIMUN EMAS

Dahulu di Jawa Tengah ada seorang janda yang sudah tua, Mbok Rondo namanya. Pekerjaannya hanya mencari kayu di hutan. Sudah lama sekali Mbok Rondo ingin mempunyai seorang anak. Tapi dia hanya seorang janda miskin, lagi pula sudah tua. Mana bisa ia mendapatkan anak.
Pada suatu hari, sehabis mengumpulkan kayu di hutan, Mbok Rondo duduk beristirahat sambil mengeluh,

Seandainya aku mempunyai seorang anak, beban hidupku agak ringan sebab ada yang membantuku bekerja.

Tiba-tiba bumi bergetar, seperti ada gempa bumi. Di depan Mbok Rondo muncul raksasa bertubuh besar dan wajahnya menyeramkan. Mbok Rondo takut melihatnya.

Hai Mbok Rondo, kamu menginginkan anak ya? Aku bisa mengabulkan keinginanmu.” Kata raksasa itu dengan suara keras.
Benarkah?” tanya Mbok Rondo. Rasa takutnya mulai menghilang.
Benar……, tapi ada syaratnya. Kalau anakmu sudah berumur enam belas tahun, kau harus menyerahkannya kepadaku. Dia akan kujadikan santapanku.” Jawab raksasa itu.

Karena begitu inginnya dia punya anak maka Mbok Rondo tidak berpikir panjang lagi. Yang penting segera punya anak.

Baiklah, aku tidak keberatan,” jawab Mbok Rondo.

Kemudian raksasa itu member biji mentimun kepada Mbok Rondo. Mbok Rondo segera pulang dan menanam benih itu di halaman belakang. Setiap hari Mbok Rondo menyirami biji mentimun itu.
 Ajaib! Dua minggu kemudian sudah berbuah. Buahnya lebat sekali. Diantara sekian banyak buah mentimun yang tumbuh, ada satu buah yang sangat besar. Warnanya kekuningan. Kalau tertimpa sinar matahari, buah itu berkilau seperti emas. Mbok Rondo sangat tertarik pada buah mentimun yang besar itu. Ia memetiknya dan membawa pulang buah yang paling besar itu.
Sesampainya di rumah, Mbok Rondo segera mengambil pisau dan membelah buah itu. Lalu, ia membukanya dengan hati-hati. Ajaib! Ternyata ada seorang bayi perempuan yang cantik!
 
Ah, ternyata raksasa itu tidak berbohong!” gumam Mbok Rondo.
Sekarang aku punya anak perempuan. Aduh senang nya hatiku.

Mbok Rondo sangat gembira. Ia menamakan bayi mungil itu Timun Emas.
Hari, bulan, dan tahun pun berganti. Timun Emas tumbuh menjadi seorang gadis jelita. Mbok Rondo sangat menyayangi Timun Emas. Pagi itu sangat cerah. Mbok Rondo dan Timun Emas bersiap pergi ke hutan untuk mencari kayu. Tiba-tiba,……Bum……Bum……Bum……bumi bergetar lalu disusul suara tawa menggelegar.

Hai, Mbok Rondo, keluarlah! Aku dating untuk menagih janji,” kata raksasa itu.

Gemetar seluruh tubuh Mbok Rondo, cepat-cepat ia memeluk Timun Emas lalu membisiknya agar gadis itu sembunyi di kolong tempat tidur. Lalu Mbok Rondo keluar menemui raksasa itu.

Aku tahu, kedatanganmu kemari untuk mengambil Timun Emas. Berilah aku waktu dua tahun lagi. Kalau Timun Emas aku berikan sekarang, tentu kurang lezat untuk disantap. Tubuhnya masih kecil.
Benar juga. Baiklah, dua tahun lagi aku akan datang. Kalau bohong, kamu akan kutelan mentah-mentah,” ancam raksasa itu.

Sambil tertawa, raksasa itu pergi meninggalkan rumah Mbok Rondo. Mbok Rondo menghela nafas lega. Kemudian, ia masuk ke rumah menghampiri anaknya yang masih bersembunyi di kolong tempat tidur.

Anakku, keluarlah. Raksasa itu sudah pergi,” kata Mbok Rondo.

Dua tahun kemudian, Timun emas sudah dewasa. Wajahnya semakin cantik. Kulitnya kuning langsat. Tapi Mbok Rondo cemas jika teringat akan janjinya kepada si raksasa itu.
Pada suatu malam, ketika Mbok Rondo sedang tidur, ia mendengar suara gaib dalam mimpinya.

Hai Mbok Rondo, kalau kau ingin anakmu selamat, mintalah bantuan kepada seorang pertapa di bukit Gandul.

Esok harinya, Mbok Rondo pergi ke Bukit Gandul. Disana ia bertemu dengan seorang pertapa. Pertapa itu memberikan empat bungkusan kecil yang isinya biji timun, jarum, garam, dan terasi.
Mbok Rondo menerimanya dengan rasa heran. Sang pertapa menerangkan khasiat benda-benda itu.
Sesampainya dirumah, ia menceritakan perihal pemberian pertapa itu kepada Timun Emas.

Anakku, mulai saat ini kamu tidak perlu cemas. Kamu tak perlu takut kepada raksasa itu, sebab kamu sudah memiliki penangkalnya. Berdoalah selalu supaya Tuhan menyelamatkanmu,” kata Mbok Rondo.
Terima kasih Mbok……!

Demikianlah hari pun berganti hari. Hingga pada suatu ketika Mbok Rondo sedang menjahit baju untuk Timun Emas, tiba-tiba bumi berguncang pertanda raksasa dating.

Hmmm…raksasa itu dating lagi rupanya.” Gumam Mbok Rondo.

Benar saja tak lama kemudian raksasa itu sudah berada di ambang pintu.

Ho……ho……ho……mana Timun Emas! Ayo cepat serahkan dia padaku. Aku sudah sangat lapar!” kata raksasa itu dengan suara menggelegar

Mbok Rondo keluar dengan tubuh gemetar.

Baiklah, akan aku bawa keluar,” kata Mbok Rondo.

Ia segera masuk ke rumah. Diambilnya bungkusan pemberian sang pertapa, kemudian diberikan kepada Timun Emas.

Anakku, bawalah bekal ini. Pergilah lewat pintu belakang sebelum raksasa itu menangkapmu.
Baiklah, Mbok,” kata Timun Emas.
Ingat anakku, jangan sampai lupa pesan pertapa itu. Kau masih ingat bukan?
Ingat Mbok!
Baiklah, sekarang cepat pergi……larilah anakku!

Timun Emas segera berlari lewat pintu belakang dan tidak berapa lama kemudian raksasa itu sudah memanggil-manggil Mbok Rondo.

Mbok Rondo, mana Timun Emas?!” suara raksasa itu terdengar tidak sabar.
Maafkan aku, raksasa!
Apa…? Ada apa?
Timun Emas ternyata sudah pergi.
Apa kau bilang?” geram raksasa itu.
Maafkan aku……!
Kurang ajar, mengapa kau tidak bilang sejak tadi?

Dengan marah raksasa itu segera mengedarkan pandangan ke sekeliling. Lamat-lamat dari kejauhan ia melihat seorang gadis sedang berlari cepat di padang rumput.

Hehehe……mau lari kemana kau gadis kecil?

Dengan modal tubuhnya yang besar dan kesaktiannya, raksasa itu segera melangkahkan kakinya. Ia tidak perlu berlari kencang. Namun langkah-langkahnya yang lebar bagaikan grak kaki kuda yang berlari cepat. Timun Emas yang berada di kejauhan dalam tempo yang singkat sudah hamper disusulnya.

Walaupun lari ke ujung dunia, aku pasti dapat mengejarmu!” teriak si raksasa itu.

Karena terus menerus berlari, Timun Emas mulai kelelahan. Dalam keadaan terdesak, Timun emas teringat akan bungkusan pemberian sang pertapa.

Apa yang harus kulakukan?” tanya Timun Emas dalam hati.

Ia teringat akan pesan ibunya. Cepat diambilnya biji timun dalam bungkusan lalu ditaburkan disekitarnya. Sungguh ajaib, biji timun itu langsung tumbuh dengan lebat. Buahnya besar-besar. Raksasa itu berhenti ketika melihat buah mentimun yang terhampar dihadapannya.
 
Ha……ha……ha……buah mentimun ini akan dapat menambah tenagaku,” kata si raksasa.

Sejenak ia menatap Timun Emas yang terus berlari kencang menjauhinya.

Hehehe……tidak mengapa bocah manis, larilah sekuat tenagamu. Toh nanti aku akan dapat menyusulmu.

Lalu ia mencabuti timun-timun itu sekalian dengan daunnya yang masih muda. Dengan rakus ia segera melahap buah yang ada, sampai tak satupun tersisa.

Hehehe……habis sudah……! Sekarang tenagaku bertambah kuat! Aku pasti dapat menangkap gadis kecil itu.

Setelah kenyang, raksasa itu kembali mengejar Timun Emas. Hanya dalam beberapa gerakan kaki saja ia sudah dapat menyusul Timun Emas.
Timun Emas ketakutan, lalu ia mengambil jarum dari kayu bambu yang dipotong kecil-kecil. Disaat yang kritis, Timun Emas menaburkan jarum ke tanah. Dan sungguh ajaib! Jarum-jarum itu berubah menjadi hutan bambu yang lebat. Raksasa itu berusaha menembusnya. Namun tubuh dan kakinya terasa sakit karena tergores dan tertusuk bambu yang patah. Tetapi si raksasa itu pantang menyerah dan berhasil melewati hutan bambu itu dan terus mengejar Timun Emas.

Hai Timun Emas, jangan harap kamu bisa lolos!” seru si raksasa sambil membungkuk untuk menangkap Timun Emas.

Dengan sigap, Timun Emas melompat ke samping dan berkelit menghindar.

Oh hampIr saja aku tertangkap,” Timun Emas terengah-engah.

Keringat mulai membasahi tubuhnya. Ia ingat pada bungkusan pemberian pertapa yang tinggal dua itu. Isinya garam dan terasi. Ia segera membuka tali pengikat bungkusan garam. Garam itu ditaburkan kea rah si raksasa. Seketika butiran garam itu berubah menjadi lautan.
Raksasa itu sangat terkejut, karena tiba-tiba tubuhnya tercebur ke dalam lautan. Tapi, berkat kesaktiannya, ia berhasil berenang ke tepian. Ia kembali mengejar Timun Emas.
Merasa dipermainkan, kemarahan raksasa itu semakin memuncak.

Bocah kurang ajar! Kalau tertangkap, akan kutelan kau bulat-bulat!

Timun emas semakain khawatir karena raksasa itu berhasil melewati lautanyang sangat luas itu. Akan tetapi, ia tidak putus asa. Ia terus berlari meskipun sudah kelelahan. Raksasa it uterus mengejar.
Timun Emas melemparkan isi bungkusan yang terakhir. Terasi itu langsung dilemparkan kea rah si raksasa. Tiba-tiba saja terbentuklah lautan lumpur yang mendidih. Raksasa itu terkejut sekali. Dalam sekejap, tubuhnya ditelan lautan lumpur. Dengan segala upaya, ia berusaha menyelamatkan diri. Ia meronta-ronta. Tapi, usahanya sia-sia. Tubuhnya pelan-pelan tenggelam ke dasar lautan lumpur.

Timun Emas, tolonglah aku! Aku berjanji tidak akan memakanmu,” raksasa itu meminta belas kasihan.

Akan tetapi lumpur panas itu menelan tubuh si raksasa. Kini Timun Emas bisa bernafas lega karena selamat dari bahaya maut. Ia segera berjalan kembali kearah rumahnya. Di kejauhan Nampak Mbok Rondo berlari kea rah Timun Emas kiranya wanita itu mengkhawatirkan keselamatan anaknya.

Syukurlah anakku, ternyata Tuhan masih melindungimu,” kata Mbok Rondo setelah keduanya saling mendekat.

Mereka berpelukan dengan rasa haru dan bahagia.



SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar