Senin, 29 Mei 2017

MENCARI SAYA

Di sebuah gedung sedang dipertunjukkan sebuah sandiwara. Didu ingin sekali menyaksikannya, tapi tak punya uang untuk beli karcis. Tapi ia punya akal. Dilihatnya pada papan pengumuman, di mana di sana tertulis judul sandiwara, teater yang memainkan dan sutradaranya.
Didu mendekati penjaga dan bertanya,

“Bisakah saya bertemu dengan Bang Asnan, sutradara pertunjukkan ini?”

Penjaga itu menatap Didu sebentar, lalu berkata,


“Sayalah Bang Asnan. Ada perlu apa kau?”

ALHAMDULILLAH

Hari itu merupakan hari pertama Samuel masuk sekolah. Ia baru saja tamat dari TK dan kini duduk di kelas 1 SD. Samuel dikenal nakal bukan main, bandel, dan tukang bikin rebut di sekolah.
Sepulang sekolah, Samuel melapor kepada ibunya,

“Mama, tadi pak Guru bertanya, apakah aku mempunyai adik-adik yang nanti akan bersekolah disini?”

“Oh, sungguh gembira bahwa gurumu menaruh perhatian besar terhadap keluarga kita. Lalu apakah kau katakana bahwa kau ini adalah anak tunggal?” sahut ibunya.

“Ya, sudah kukatakan……”

“Lalu, apa jawab gurumu?”


“Dia Cuma mengucap: Alhamdulillah……”

TUNGGU SAMPAI BESAR

Riana, yang baru berusia 4 tahun, disuruh ayahnya mengambil jas dan celana pesanannya di sebuah penjahit. Ayahnya berpesan,

“Katakan, nanti uangnya menyusul, akan kubayar ke sana sendiri. Biarlah celana dan jas diambil dulu, soalnya hendak segera kupakai. Kau masih terlalu kecil untuk membawa uang sebanyak itu, Riana.”

Namun beberapa saat kemudian Riana pulang dengan tangan kosong.

“Mana jas dan celananya?” tanya ayahnya.

“Belum boleh diambil, Ayah.”

“Apa tidak kau katakan kau masih terlalu kecil untuk membawa uang sejumlah itu?”


“Sudah kukatakan, Ayah. Tetapi dia berkata, bahwa biar jas dan celana disimpan di sana, sampai aku sudah besar kelak, dan boleh membawa sendiri uang ongkosnya.”

TUNGGU SAMPAI TENGAH MALAM

Hari itu ulang tahun Mama. Di rumah keluarga itu, hari ulang tahun merupakan suatu hari besar dan dirayakan seluruh keluarga. Mereka yang berulang tahun dimanjakan, mendapat hadiah dan diperlakukan istimewa.
Setelah makan malam usai, Mama segera mengemasi piring, panic, gelas, dan semua peralatan makan yang kotor ke dapur untuk segera dicuci. Saat itu muncul Endah,

“Mama, di hari ulang tahun ini Mama tidak perlu mencuci piring.”

Mama segera melepas celemeknya, dan mencuci tangannya. Endah kemudian berkata lagi,

“Nah begitu, Mama. Biarkan saja semua piring, panic, sendok dan garpu di situ. Kalau Mama mau mencuci, tunggu sampai tengah malam, setelah pukul 00.00………”


Kata Mama dalam hati, “Oh, kukira kau yang akan mencucinya……”                

NASIB GELANDANGAN

Pada suatu pagi, saat seorang ibu rumah tangga menengok keluar rumah lewat jendela, terlihat seorang gelandangan berlutut di halaman depan rumahnya yang ditumbuhi rumput. Terlihat gelandangan itu sedang memakani rumput.
Ibu rumah tangga tersebut bertanya pada Gelandangan,

“Kang, sedang apa kau disitu?”

Jawab si Gelandangan,

“Bu, aku kelaparan. Berhari-hari tidak kemasukan nasi, atau makanan lain. Jadi aku terpaksa makan apa saja yang bisa kumakan.”

Sambil selalu mengucap, “Kasihan,” ibu rumah tangga itu mengajak si Gelandangan melewati ruangan dapur menuju ke halaman belakang. Dan sambil menunjuk pada halaman belakang rumahnya yang luas, berkatalah ibu rumah tangga itu,


“Di sana rumputnya lebih tebal, Kang……”

YANG KELAPARAN

Seorang turis asing berkunjung ke sebuah desa di Skotlandia. Ia begitu kagum melihat keindahan pemandangan di desa tersebut, serta hawanya yang nyaman. Ketika sedang melintasi desa tersebut, ia bertemu dengan penduduk setempat. Rupanya kehidupan mereka tenang dan tentram. Kepada seorang penduduk setempat itu,bertanyalah wisatawan tersebut,

“Pak, apakah tempat ini nyaman didiami?”

“Benar-benar nyaman Tuan, serta sangat menyehatkan,” sahut penduduk desa itu.

“Dalam masa sepuluh tahun terakhir, hanya seorang penduduk yang meninggal dunia. Dia adalah tukang gali kubur disini, yang meninggal karena usahanya sepi, sehingga ia kelaparan dan sakit, dan akhirnya meninggal dunia.”

TIDAK MENGINTIP KOK

Suatu siang di bulan puasa, perut Didu sudah berdendang saking laparnya. Dengan mengendap-endap ia mengambil sepotong roti dari lemari makan, dibawanya kekamar.
Di dalam kamar Didu masih ragu. Ia mengunci pintu rapat-rapat. Jendela pun ditutup. Ia celingukan sebentar, dan sudah siap akan melahap roti itu ketika didengarnya sebuah suara,


“Makan saja terus yang tenang Du. Ibu tidak mengintip kok.”