ADALAH SEORANG PEMAHAT batu di China
Selatan yang mempunyai sifat jelek yaitu tidak pernah merasa puas akan keadaan
dirinya. Meskipun ia hidup senang dengan upah yang cukup baik tetapi ia selalu
iri hati pada orang lain.
Suatu hari seorang Tuan yang kaya
raya bertanya padanya yang sedang memotong beberapa batu untuk dipahatnya. Ia
tahu Tuan yang kaya raya itu memiliki rumah yang bagus dan mempunyai banyak
pelayan. Serta mengenakan pakaian dari bahan sutera yang halus dan memakan
makanan yang mahal lagi lezat. Tidak seperti keadaanku sekarang pikirnya.
Pemahat batu itu kemudian
menghentikan pekerjaannya. Ia ingin menjadi seorang yang kaya raya seperti Tuan
itu.
Rupanya keinginan Pemahat batu itu
diketahui oleh sang Peri yang merasa kasihan padanya maka dirubahnya Pemahat
batu itu menjadi orang yang kaya raya. Pemahat batu itu merasa sangat
berbahagia karena sudah menjadi orang kaya seperti Tuan yang waktu itu bertanya
padanya.
Kemudian datanglah pegawai penting
Pemerintah ke tempat si Pemahat batu tinggal. Di jalan setiap orang menundukkan
kepalanya kepada pegawai pemerintah itu dan berkata bahwa pegawai itu adalah
seorang Pembesar. Pegawai Pemerintah itu melewati rumah si Pemahat batu yang
sudah menjadi kaya raya. Ia ternyata tidak mau menundukkan kepalanya kepada
pegawai Pemerintah negerinya.
“Mengapa musti saya?” katanya.
“Saya lebih baik darinya, dan saya memiliki uang yang banyak.”
Pegawai Pemerintah itu memerintahkan pengawalnya
supaya si Pemahat batu ditangkap dan tangannya diikat dengan tali, serta
dikenai denda berupa uang.
“Saya ingin menjadi seorang pegawai Pemerintah,” kata si Pemahat.
Sang Peri mendengar apa yang
dikatakannya dan mengabulkan keinginannya.
Si Pemahat batu menjadi sangat
sombong karena dirinya sudah jadi seorang Pegawai Pemerintah. Seluruh rakyat di
daerahnya menjadi benci padanya. Tindakannya bagai seekor harimau yang siap
menerkam mangsanya yang lemah. Ia mencoba adu kekuatan di antara rakyat di
daerahnya, siapa yang menang berhak menerima uang darinya. Tetapi rakyat
rupanya tidak suka dengan caranya, maka berbondong-bondong mereka menyerang si
Pemahat dengan membawa pedang, kapak dan tongkat,
“Pukul dia! Pukul dia!”
Untung saja ia tidak di bunuh.
“Ai-yah!”
pikirnya.
“Rupanya tidak mudah untuk menjadi pegawai Pemerintah, saya ingin menjadi
manusia biasa saja.”
Sang Peri yang mendengar hal itu
segera merubahnya menjadi manusia biasa. Setiap hari ia mengerjakan ladangnya,
menanam padi dan sayur-sayuran. Ia bekerja keras dalam cuaca yang panas karena
sinar terik matahari. Ia mulai berpikir bahwa matahari itulah yang mengatur
sesuatunya di dunia ini. Ia memimpikan dirinya menjadi matahari, yang bisa
mengatur sesuatunya di muka bumi ini.
Kini dirinya sudah menjadi matahari
berkat pertolongan sang Peri yang baik hati. Sinar matahari itu begitu
panasnya, hal ini sangat dirasakan oleh penghuni permukaan bumi. Segera awan
menghalangi sinar matahari dan tidak terasa panas cuaca ini, karena sinarnya
telah berhenti.
“Baik,” kata
si Pemahat batu.
“Saya tidak pernah berpikir bahwa awan itu lebih kuat daripada matahari.”
Maka ia pun ingin menjadi awan, yang
dapat menghalangi sinar matahari. Lagi-lagi sang Peri merubah dirinya menjadi
awan. Kelak, angin yang kuat akan menghembuskan awan menjadi potongan-potongan
kecil.
“Saya tidak mengetahui demikian kuatnya angin !” katanya.
“Saya harus menjadi angin yang kuat.”
Sang Peri menolong dan merubahnya
menjadi angin topan. Rumah-rumah banyak yang roboh demikian pula pohon-pohon
pada tumbang karena hembusan angin tersebut. Beberapa kapal dihembusnya hingga
sampai daratan. Walaupun demikian, tiba-tiba ia berhenti berhembus dikarenakan
oleh sebuah karang yang maha besar. Ia tidak dapat bergerak dari karang itu.
“Saya tidak berpikir kalau karang yang maha besar dapat lebih kuat
daripada sesuatunya,”
pikirnya.
Segera sang Peri menjadikannya sebuah
karang yang besar. Kemudian beberapa orang pemahat batu datang dan mulai
memahatnya.
“Tolonglah saya!” si Pemahat batu yang serakah menangis kepada sang Peri.
“Saya tidak dapat berbuat lebih banyak,” jawab sang Peri.
“Lebih baik kau kembali menjadi seorang pemahat batu.”
Akhirnya ia menjadi pemahat batu
seperti dulu lagi.
Sejak saat itu, ia bekerja keras dan
selalu menghemat uangnya. Ia menjadi terkenal di negerinya dan dihormati setiap
orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar