Senin, 29 Mei 2017

PEMAHAT BATU YANG SERAKAH

ADALAH SEORANG PEMAHAT batu di China Selatan yang mempunyai sifat jelek yaitu tidak pernah merasa puas akan keadaan dirinya. Meskipun ia hidup senang dengan upah yang cukup baik tetapi ia selalu iri hati pada orang lain.

Suatu hari seorang Tuan yang kaya raya bertanya padanya yang sedang memotong beberapa batu untuk dipahatnya. Ia tahu Tuan yang kaya raya itu memiliki rumah yang bagus dan mempunyai banyak pelayan. Serta mengenakan pakaian dari bahan sutera yang halus dan memakan makanan yang mahal lagi lezat. Tidak seperti keadaanku sekarang pikirnya.

Pemahat batu itu kemudian menghentikan pekerjaannya. Ia ingin menjadi seorang yang kaya raya seperti Tuan itu.

Rupanya keinginan Pemahat batu itu diketahui oleh sang Peri yang merasa kasihan padanya maka dirubahnya Pemahat batu itu menjadi orang yang kaya raya. Pemahat batu itu merasa sangat berbahagia karena sudah menjadi orang kaya seperti Tuan yang waktu itu bertanya padanya.

Kemudian datanglah pegawai penting Pemerintah ke tempat si Pemahat batu tinggal. Di jalan setiap orang menundukkan kepalanya kepada pegawai pemerintah itu dan berkata bahwa pegawai itu adalah seorang Pembesar. Pegawai Pemerintah itu melewati rumah si Pemahat batu yang sudah menjadi kaya raya. Ia ternyata tidak mau menundukkan kepalanya kepada pegawai Pemerintah negerinya.

“Mengapa musti saya?” katanya.
“Saya lebih baik darinya, dan saya memiliki uang yang banyak.”

Pegawai Pemerintah itu memerintahkan pengawalnya supaya si Pemahat batu ditangkap dan tangannya diikat dengan tali, serta dikenai denda berupa uang.

“Saya ingin menjadi seorang pegawai Pemerintah,” kata si Pemahat.

Sang Peri mendengar apa yang dikatakannya dan mengabulkan keinginannya.
Si Pemahat batu menjadi sangat sombong karena dirinya sudah jadi seorang Pegawai Pemerintah. Seluruh rakyat di daerahnya menjadi benci padanya. Tindakannya bagai seekor harimau yang siap menerkam mangsanya yang lemah. Ia mencoba adu kekuatan di antara rakyat di daerahnya, siapa yang menang berhak menerima uang darinya. Tetapi rakyat rupanya tidak suka dengan caranya, maka berbondong-bondong mereka menyerang si Pemahat dengan membawa pedang, kapak dan tongkat,

“Pukul dia! Pukul dia!”

Untung saja ia tidak di bunuh.

“Ai-yah!” pikirnya.
“Rupanya tidak mudah untuk menjadi pegawai Pemerintah, saya ingin menjadi manusia biasa saja.”

Sang Peri yang mendengar hal itu segera merubahnya menjadi manusia biasa. Setiap hari ia mengerjakan ladangnya, menanam padi dan sayur-sayuran. Ia bekerja keras dalam cuaca yang panas karena sinar terik matahari. Ia mulai berpikir bahwa matahari itulah yang mengatur sesuatunya di dunia ini. Ia memimpikan dirinya menjadi matahari, yang bisa mengatur sesuatunya di muka bumi ini.

Kini dirinya sudah menjadi matahari berkat pertolongan sang Peri yang baik hati. Sinar matahari itu begitu panasnya, hal ini sangat dirasakan oleh penghuni permukaan bumi. Segera awan menghalangi sinar matahari dan tidak terasa panas cuaca ini, karena sinarnya telah berhenti.

“Baik,” kata si Pemahat batu.
“Saya tidak pernah berpikir bahwa awan itu lebih kuat daripada matahari.”

Maka ia pun ingin menjadi awan, yang dapat menghalangi sinar matahari. Lagi-lagi sang Peri merubah dirinya menjadi awan. Kelak, angin yang kuat akan menghembuskan awan menjadi potongan-potongan kecil.

“Saya tidak mengetahui demikian kuatnya angin !” katanya.
“Saya harus menjadi angin yang kuat.”

Sang Peri menolong dan merubahnya menjadi angin topan. Rumah-rumah banyak yang roboh demikian pula pohon-pohon pada tumbang karena hembusan angin tersebut. Beberapa kapal dihembusnya hingga sampai daratan. Walaupun demikian, tiba-tiba ia berhenti berhembus dikarenakan oleh sebuah karang yang maha besar. Ia tidak dapat bergerak dari karang itu.

“Saya tidak berpikir kalau karang yang maha besar dapat lebih kuat daripada sesuatunya,” pikirnya.

Segera sang Peri menjadikannya sebuah karang yang besar. Kemudian beberapa orang pemahat batu datang dan mulai memahatnya.

“Tolonglah saya!” si Pemahat batu yang serakah menangis kepada sang Peri.

“Saya tidak dapat berbuat lebih banyak,” jawab sang Peri.
“Lebih baik kau kembali menjadi seorang pemahat batu.”

Akhirnya ia menjadi pemahat batu seperti dulu lagi.


Sejak saat itu, ia bekerja keras dan selalu menghemat uangnya. Ia menjadi terkenal di negerinya dan dihormati setiap orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar