Entah sudah berapa lama paman
Babalaika, atau yang sering dijuluki orang si Penyihir Linglung Berambut
Gondrong itu, sibuk mengatur botol-botol obatnya yang berisi minyak ajaib yang
sanggup merubah seseorang menjadi sesuatu yang lain. Obat itu disusunnya satu
persatu sesuai dengan urutan abjad. Sebotol minyak yang mampu merubah seseorang
menjadi Kera misalnya, tentu disatukan dakam deretan botol-botol yang mulai
dengan huruf K, misalnya Kucing.
Tapi ada sebuah botol yang telah
hilang labelnya, membuat Paman Babalaika bingung tujuh keliling.
“Wah, wah,” ujarnya dengan mengeluh.
“Entah untuk apa obat ini?”
Dan ia pun mulai berfikir dan
mengingat-ingat. Tentu saja sia-sia buat seseorang yang sering linglung seperti
dia untuk bisa mengingat sesuatu. Dan tiba-tiba ada sebuah ketokan di pintu.
“Kucing cacingan!” paman Babalaika mengumpat.
“Tidak pernah orang membiarkan saya
tenang. Selalu saja diganggu.”
Lalu ia bergegas ke pintu.
“Lain kali saja. Saya terlalu sibuk.”
Tapi sang tamu adalah seekor tikus.
Dan seperti yang diketahui, tikus selalu diusir orang bila kelihatan, maka
ketika ia disuruh pergi oleh paman Babalaika, ia merasa biasa saja.
“Saya mau beli obat mustajab paman
Babalaika,” ujar
tikus itu.
“Saya bosan sekali menjadi seekor tikus.
Selalu diusir-usir orang. Kalau tidak, dipasang perangkap, atau dipukuli dengan
sapu. Saya ingin menjadi sesuatu yang lain.”
“Mau jadi apa?” tanya paman Babalaika.
“Entahlah. Saya belum lagi mengambil
keputusan. Pokoknya menjadi sesuatu yang lain.”
“Wah kalau kau mau pilih, sekarang
ini sangat sulit. Seluruhnya masih kacau balau. Datanglah besok sore……”
Dan tiba-tiba paman Babalaika
teringat pada botol yang dipegangnya dari tadi.
“Kalau mau ini, ambillah dan segera
pergi dari sini.”
Sang Tikus menerima botol itu, tapi
ia tidak melihat ada labelnya. Maka ia pun bertanya kepada paman Babalaika.
“Dengan meminum obat ini, saya bakal
menjadi apa?”
“Entahlah. Tapi seperti apa yang kamu
bilang tadi, kau akan menjadi sesuatu yang lain,” kata paman Babalaika.
“Pergilah dan tak usah bayar.”
Dan kemudian……bang!!!......pintu itu
pun dibanting oleh paman Babalaika sehingga tertutup.
Sang Tikus segera pulang. Ia
meletakkan botol itu di atas meja, lalu mencari pembuka botol. Dan sementara
mencari alat itu, ia mulai mencoba menerka-nerka, akan jadi apakah ia bila
meminum obat itu.
Menjadi kupu-kupu, itulah bayangan
yang muncul mula-mula di otaknya. Kupu-kupu memang indah, tapi sayang umurnya
amat pendek dan itulah yang tidak disukainya.
“Kalau hidup ini indah, kenapa umur
kita harus pendek?”
begitu pikirnya.
Atau menjadi kura-kura. Kura-kura
umurnya panjang, bahkan amat panjang. Tapi bentuknya amat jelek. Lagi pula
langkahnya amat pelan, seolah-olah penuh dengan penderitaan. Kontan saja ia
menolak untuk menjadi seekor kura-kura.
Lebah terhitung binatang yang cepat
dan lincah. Tapi mereka bekerja membanting tulang, seolah-olah hidup ini tanpa
pesta lagi. Dan bekerja memang bukanlah termasuk sesuatu yang disukai oleh
bangsa tikus.
“Atau, bagaimana kalau saya menjadi
seekor kucing?”
pikirnya.
Nampak ada cahaya dalam matanya yang
kecil itu, tapi tiba-tiba menjadi pudar manakala ia ingat bahwa kucing senang
sekali memakan tikus. Sampai ke situ saja, sudah membuat wajahnya pucat.
“Menjadi seekor burung, yang dengan
bebas terbang di udara. Ya, ya.”
Ia menemukan sesuatu yang hampir
berkenan di hatinya, tapi yang segera dibuangnya jauh-jauh pikiran itu,
manakala teringat bahwa burung suka makan cacing.
“Hiiiii…jijik!”
Dengan putus asa ia menemukan bahwa
ia tidak menemukan sesuatu yang cocok untuk dirinya. Ia bertopang dagu, tapi
tiba-tiba ia merasa sangat gembira.
“Menjadi seekor tikus tentu banyak
kesukaran yang bakal saya hadapi,” ujarnya dalam hati.
“Tapi saya tahu kesukarannya dan saya
bisa usahakan jalan untuk mengatasinya. Sedangkan kalau menjadi sesuatu yang
lain, juga ada kesukarannya. Celakanya saya belum mengerti apa kesukarannya.”
Tentu saja ia tidak jadi meminum obat
itu. Dan sebentar kemudian ia sudah berada di jalan raya untuk mengembalikan
obat itu.
Ketika ia mengetuk pintu, paman
Babalaika masih juga sibuk menyusun botol-botol obatnya. Dan ketika paman
Babalaika membukakan pintu, ia tidak lagi mengenal sang Tikus.
“Wah, sekarang anda sudah berubah,
sahabatku,” ujarnya
gembira.
“Ya, ya. Saya sudah berubah,” sahut sang Tikus.
“Apakah karena obat saya?”
“Menurut pendapat saya, ya. Mulanya
saya adalah seekor tikus yang tidak berbahagia dan sekarang saya berubah
menjadi seekor tikus yang berbahagia menjadi tikus,” sahut sang Tikus.
Mendengar jawaban sang Tikus, paman
Babalaika begitu terkejut, sampai untuk beberapa saat ia tidak berkata apa-apa.
“Wah, inilah yang pertama kalinya
obat saya berhasil dan bekerja dengan baik.”
“Dan kelihatannya bahwa hasilnya dua
kali,” ujar sang
Tikus pula.
“Ia berhasil membuat kita berdua
bahagia!”
Dan tahukah apa yang selanjutnya
diperbuat oleh paman Babalaika? Semua obat-obat itu dilepaskan label-labelnya.
Letaknya juga tidak perlu beraturan lagi. Dan bilamana ada yang merasa susah
atau tidak berbahagia, ia bisa datang pada paman Babalaika. Ia pasti memperoleh
sebotol obat tanpa label.
Dan obat itu pasti bekerja sangat
mujarab, sejauh obat itu tidak diminum sama sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar