Jumat, 12 Mei 2017

MINYAK MUSTAJAB

Entah sudah berapa lama paman Babalaika, atau yang sering dijuluki orang si Penyihir Linglung Berambut Gondrong itu, sibuk mengatur botol-botol obatnya yang berisi minyak ajaib yang sanggup merubah seseorang menjadi sesuatu yang lain. Obat itu disusunnya satu persatu sesuai dengan urutan abjad. Sebotol minyak yang mampu merubah seseorang menjadi Kera misalnya, tentu disatukan dakam deretan botol-botol yang mulai dengan huruf K, misalnya Kucing.

Tapi ada sebuah botol yang telah hilang labelnya, membuat Paman Babalaika bingung tujuh keliling.

“Wah, wah,” ujarnya dengan mengeluh.
“Entah untuk apa obat ini?”

Dan ia pun mulai berfikir dan mengingat-ingat. Tentu saja sia-sia buat seseorang yang sering linglung seperti dia untuk bisa mengingat sesuatu. Dan tiba-tiba ada sebuah ketokan di pintu.

“Kucing cacingan!” paman Babalaika mengumpat.
“Tidak pernah orang membiarkan saya tenang. Selalu saja diganggu.”

Lalu ia bergegas ke pintu.

“Lain kali saja. Saya terlalu sibuk.”

Tapi sang tamu adalah seekor tikus. Dan seperti yang diketahui, tikus selalu diusir orang bila kelihatan, maka ketika ia disuruh pergi oleh paman Babalaika, ia merasa biasa saja.

“Saya mau beli obat mustajab paman Babalaika,” ujar tikus itu.
“Saya bosan sekali menjadi seekor tikus. Selalu diusir-usir orang. Kalau tidak, dipasang perangkap, atau dipukuli dengan sapu. Saya ingin menjadi sesuatu yang lain.”
“Mau jadi apa?” tanya paman Babalaika.
“Entahlah. Saya belum lagi mengambil keputusan. Pokoknya menjadi sesuatu yang lain.”
“Wah kalau kau mau pilih, sekarang ini sangat sulit. Seluruhnya masih kacau balau. Datanglah besok sore……”

Dan tiba-tiba paman Babalaika teringat pada botol yang dipegangnya dari tadi.

“Kalau mau ini, ambillah dan segera pergi dari sini.”

Sang Tikus menerima botol itu, tapi ia tidak melihat ada labelnya. Maka ia pun bertanya kepada paman Babalaika.

“Dengan meminum obat ini, saya bakal menjadi apa?”
“Entahlah. Tapi seperti apa yang kamu bilang tadi, kau akan menjadi sesuatu yang lain,” kata paman Babalaika.
“Pergilah dan tak usah bayar.”

Dan kemudian……bang!!!......pintu itu pun dibanting oleh paman Babalaika sehingga tertutup.
Sang Tikus segera pulang. Ia meletakkan botol itu di atas meja, lalu mencari pembuka botol. Dan sementara mencari alat itu, ia mulai mencoba menerka-nerka, akan jadi apakah ia bila meminum obat itu.

Menjadi kupu-kupu, itulah bayangan yang muncul mula-mula di otaknya. Kupu-kupu memang indah, tapi sayang umurnya amat pendek dan itulah yang tidak disukainya.

“Kalau hidup ini indah, kenapa umur kita harus pendek?” begitu pikirnya.

Atau menjadi kura-kura. Kura-kura umurnya panjang, bahkan amat panjang. Tapi bentuknya amat jelek. Lagi pula langkahnya amat pelan, seolah-olah penuh dengan penderitaan. Kontan saja ia menolak untuk menjadi seekor kura-kura.

Lebah terhitung binatang yang cepat dan lincah. Tapi mereka bekerja membanting tulang, seolah-olah hidup ini tanpa pesta lagi. Dan bekerja memang bukanlah termasuk sesuatu yang disukai oleh bangsa tikus.

“Atau, bagaimana kalau saya menjadi seekor kucing?” pikirnya.

Nampak ada cahaya dalam matanya yang kecil itu, tapi tiba-tiba menjadi pudar manakala ia ingat bahwa kucing senang sekali memakan tikus. Sampai ke situ saja, sudah membuat wajahnya pucat.

“Menjadi seekor burung, yang dengan bebas terbang di udara. Ya, ya.”

Ia menemukan sesuatu yang hampir berkenan di hatinya, tapi yang segera dibuangnya jauh-jauh pikiran itu, manakala teringat bahwa burung suka makan cacing.

“Hiiiii…jijik!”

Dengan putus asa ia menemukan bahwa ia tidak menemukan sesuatu yang cocok untuk dirinya. Ia bertopang dagu, tapi tiba-tiba ia merasa sangat gembira.

“Menjadi seekor tikus tentu banyak kesukaran yang bakal saya hadapi,” ujarnya dalam hati.
“Tapi saya tahu kesukarannya dan saya bisa usahakan jalan untuk mengatasinya. Sedangkan kalau menjadi sesuatu yang lain, juga ada kesukarannya. Celakanya saya belum mengerti apa kesukarannya.”

Tentu saja ia tidak jadi meminum obat itu. Dan sebentar kemudian ia sudah berada di jalan raya untuk mengembalikan obat itu.

Ketika ia mengetuk pintu, paman Babalaika masih juga sibuk menyusun botol-botol obatnya. Dan ketika paman Babalaika membukakan pintu, ia tidak lagi mengenal sang Tikus.

“Wah, sekarang anda sudah berubah, sahabatku,” ujarnya gembira.
“Ya, ya. Saya sudah berubah,” sahut sang Tikus.
“Apakah karena obat saya?”
“Menurut pendapat saya, ya. Mulanya saya adalah seekor tikus yang tidak berbahagia dan sekarang saya berubah menjadi seekor tikus yang berbahagia menjadi tikus,” sahut sang Tikus.

Mendengar jawaban sang Tikus, paman Babalaika begitu terkejut, sampai untuk beberapa saat ia tidak berkata apa-apa.

“Wah, inilah yang pertama kalinya obat saya berhasil dan bekerja dengan baik.”
“Dan kelihatannya bahwa hasilnya dua kali,” ujar sang Tikus pula.
“Ia berhasil membuat kita berdua bahagia!”

Dan tahukah apa yang selanjutnya diperbuat oleh paman Babalaika? Semua obat-obat itu dilepaskan label-labelnya. Letaknya juga tidak perlu beraturan lagi. Dan bilamana ada yang merasa susah atau tidak berbahagia, ia bisa datang pada paman Babalaika. Ia pasti memperoleh sebotol obat tanpa label.

Dan obat itu pasti bekerja sangat mujarab, sejauh obat itu tidak diminum sama sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar