Senin, 29 Mei 2017

TIDAK SALING MENENGGANG RASA

BEGITU petugas stasiun sudah membunyikan peluit panjang-panjang, lelaki tua itu buru-buru melompat masuk gerbong kereta. Diaturnya nafasnya sebentar. Hampir saja ia ketinggalan kereta api. Dia pun lalu masuk ke gerbong. Isinya kira-kira seperempatnya saja. Dia memilih tempat yang paling lega, dan duduklah dia. Temapt duduk disisinya kosong, begitu pula dua tempat duduk di depannya. Segera dijulurkannya kakinya ke tempat duduk di depannya.

Oh, betapa lega hatinya. Dia bisa bersantai, tanpa diganggu orang lain. Dia bisa tidur seenaknya nanti. Dia memang lebih suka menyendiri, tanpa campur tangan orang lain.

Seorang wanita tengah baya berjalan tertatih-tatih mencari tempat duduk. Tahu hal itu, lelaki itu menutup matanya, pura-pura tidur. Tetapi wanita itu berhenti di dekatnya, dan menggoyangkan lututnya.

“Maaf Tuan, saya ingin duduk disini,” kata wanita itu.

Dengan enggan, lelaki itu menurunkan kakinya.

Tanpa mengucap terima kasih, wanita tengah baya itu duduk dekat jendela, dan menaruh anjing pudel bawaannya di pangkuannya.

Gerak perjalanan kereta semakin cepat. Kedua orang itu duduk tanpa mengucap sepatah kata pun. Wanita itu mengamati pemandangan di luar. Sementara itu si lelaki memandang ke sekeliling gerbong mencari-cari tempat kosong lain. Tetapi tidak ada lagi tempat yang benar-benar kosong.

Wanita tengah baya itu tiba-tiba berdiri, lalu membuka jendela. Angin dingin bertiup menerpa muka lelaki itu. Tetapi wanita tengah baya itu tidak peduli. Ia serasa menikmati segarnya udara, yang memang tidak bertiup langsung ke arahnya.

Lelaki itu menutup kerah jaketnya. Ucapnya,

“Maaf Nyonya, sudikah Nyonya menutup jendela kembali? Hawanya sangat dingin sekali.”

“Tetapi aku kegerahan,” sahut wanita tengah baya itu singkat tanpa perubahannya pada air mukanya.

Sekali lagi lelaki itu memohon, tetapi tidak mendapat jawaban. Tiba-tiba dia mendapat gagasan. Dikeluarkan pipanya, diisinya tembakau, dan dinyalakannya. Asapnya memenuhi ruangan, menyesakkan paru-paru yang tidak terbiasa merokok, termasuk wanita tengah baya itu.

Wanita itu berucap memohon,

“Tuan, sudikah Tuan mematikan pipa Anda? Di dalam ruangan sempit ini bau tembakau Tuan terara menusuk hidung. Paru-paruku rasanya tersekat.”

“Tersekat atau tidak, itu urusan Nyonya sendiri.”
“Fiuuu…….” dihembuskannya asap pipa kuat-kuat ke depan.

Oleh karena merasa permohonannya sia-sia, wanita tengah baya itu mencari gagasan lain. Segera dilepaskannya anjingnya. Anjing pudel itu turun ke lantai, lalu mencium-cium kaki lelaki itu. Kemudian menjilat-jilatinya, dan akhirnya menarik-narik kaos kakinya dengan gigi-giginya sampai sebagian dari kaos kakinya robek.

“Nyonya, taruh kembali anjing Anda ke pangkuan. Tidakkah Nyonya lihat dia merusak kaos kaki ku?”

“Tidak,” sahut wanita itu ketus.
“Jika boleh kukatakan, Anda adalah orang yang paling mementingkan diri sendiri yang pernah kukenal.”

“Oho, aku pun berterus terang, Nyonya lah orang yang paling tidak memperhatikan perasaan orang lain!”

Wanita tengah baya itu merasa tersinggung. Segera direbutnya pipa dari mulut lelaki itu, lalu dilemparkannya keluar lewat jendela. Lelaki itu tidak kalah gesitnya. Segera ditangkapnya anjing pudel itu dan dilemparkannya keluar lewat jendela, sambil berseru,

“Ayo kejar pipa itu!”

Suasana hening beberapa saat lamanya. Kemarahan pun lama-lama memudar. Kedua-duanya telah sadar, bahwa perbuatan yang telah mereka lakukan barusan tidak berdasarkan akal sehat. Akhirnya lelaki itu melepaskan uneg-unegnya,

“Nyonya, maafkan aku. Aku telah berbuat kurang sopan dengan menghisap tembakau di hadapan Anda. Dan melempar anjing Nyonya keluar kereta, sungguh suatu perbuatan tanpa perikemanusiaan. Semoga saja anjing Nyonya selamat.”

“Aku pun merasa menyesal, Tuan. Tidak seharusnya aku membuka jendela dalam cuaca sedingin ini. Tidak seharusnya pula kulepas anjingku untuk mengusik Anda. Dan suatu perbuatan lancang bahwa aku telah merenggut pipa Anda dan membuangnya keluar,” sahut wanita tengah baya itu.


Akhirnya kereta api tiba di tempat tujuan. Kedua-duanya turun, dan mereka bercakap-cakap sebentar sebelum keluar stasiun. Tiba-tiba terlihat sesosok tubuh mungil bergerak-gerak di kejauhan. Itulah anjing pudel milik wanita tengah baya, berlari menyusuri rel masuk ke halaman stasiun. Di mulutnya ia menggigit sepotong pipa, milik lelaki yang dibuang majikannya lewat jendela.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar