BEGITU petugas stasiun sudah
membunyikan peluit panjang-panjang, lelaki tua itu buru-buru melompat masuk
gerbong kereta. Diaturnya nafasnya sebentar. Hampir saja ia ketinggalan kereta
api. Dia pun lalu masuk ke gerbong. Isinya kira-kira seperempatnya saja. Dia
memilih tempat yang paling lega, dan duduklah dia. Temapt duduk disisinya
kosong, begitu pula dua tempat duduk di depannya. Segera dijulurkannya kakinya
ke tempat duduk di depannya.
Oh, betapa lega hatinya. Dia bisa
bersantai, tanpa diganggu orang lain. Dia bisa tidur seenaknya nanti. Dia
memang lebih suka menyendiri, tanpa campur tangan orang lain.
Seorang wanita tengah baya berjalan
tertatih-tatih mencari tempat duduk. Tahu hal itu, lelaki itu menutup matanya,
pura-pura tidur. Tetapi wanita itu berhenti di dekatnya, dan menggoyangkan
lututnya.
“Maaf Tuan, saya ingin duduk disini,” kata wanita itu.
Dengan enggan, lelaki itu menurunkan
kakinya.
Tanpa mengucap terima kasih, wanita
tengah baya itu duduk dekat jendela, dan menaruh anjing pudel bawaannya di
pangkuannya.
Gerak perjalanan kereta semakin
cepat. Kedua orang itu duduk tanpa mengucap sepatah kata pun. Wanita itu
mengamati pemandangan di luar. Sementara itu si lelaki memandang ke sekeliling
gerbong mencari-cari tempat kosong lain. Tetapi tidak ada lagi tempat yang
benar-benar kosong.
Wanita tengah baya itu tiba-tiba
berdiri, lalu membuka jendela. Angin dingin bertiup menerpa muka lelaki itu.
Tetapi wanita tengah baya itu tidak peduli. Ia serasa menikmati segarnya udara,
yang memang tidak bertiup langsung ke arahnya.
Lelaki itu menutup kerah jaketnya.
Ucapnya,
“Maaf Nyonya, sudikah Nyonya menutup jendela kembali? Hawanya sangat
dingin sekali.”
“Tetapi aku kegerahan,” sahut wanita tengah baya itu singkat tanpa perubahannya pada
air mukanya.
Sekali lagi lelaki itu memohon,
tetapi tidak mendapat jawaban. Tiba-tiba dia mendapat gagasan. Dikeluarkan
pipanya, diisinya tembakau, dan dinyalakannya. Asapnya memenuhi ruangan,
menyesakkan paru-paru yang tidak terbiasa merokok, termasuk wanita tengah baya
itu.
Wanita itu berucap memohon,
“Tuan, sudikah Tuan mematikan pipa Anda? Di dalam ruangan sempit ini bau
tembakau Tuan terara menusuk hidung. Paru-paruku rasanya tersekat.”
“Tersekat atau tidak, itu urusan Nyonya sendiri.”
“Fiuuu…….”
dihembuskannya asap pipa kuat-kuat ke depan.
Oleh karena merasa permohonannya sia-sia,
wanita tengah baya itu mencari gagasan lain. Segera dilepaskannya anjingnya.
Anjing pudel itu turun ke lantai, lalu mencium-cium kaki lelaki itu. Kemudian
menjilat-jilatinya, dan akhirnya menarik-narik kaos kakinya dengan gigi-giginya
sampai sebagian dari kaos kakinya robek.
“Nyonya, taruh kembali anjing Anda ke pangkuan. Tidakkah Nyonya lihat dia
merusak kaos kaki ku?”
“Tidak,” sahut
wanita itu ketus.
“Jika boleh kukatakan, Anda adalah orang yang paling mementingkan diri
sendiri yang pernah kukenal.”
“Oho, aku pun berterus terang, Nyonya lah orang yang paling tidak memperhatikan
perasaan orang lain!”
Wanita tengah baya itu merasa
tersinggung. Segera direbutnya pipa dari mulut lelaki itu, lalu dilemparkannya
keluar lewat jendela. Lelaki itu tidak kalah gesitnya. Segera ditangkapnya
anjing pudel itu dan dilemparkannya keluar lewat jendela, sambil berseru,
“Ayo kejar pipa itu!”
Suasana hening beberapa saat lamanya.
Kemarahan pun lama-lama memudar. Kedua-duanya telah sadar, bahwa perbuatan yang
telah mereka lakukan barusan tidak berdasarkan akal sehat. Akhirnya lelaki itu
melepaskan uneg-unegnya,
“Nyonya, maafkan aku. Aku telah berbuat kurang sopan dengan menghisap
tembakau di hadapan Anda. Dan melempar anjing Nyonya keluar kereta, sungguh
suatu perbuatan tanpa perikemanusiaan. Semoga saja anjing Nyonya selamat.”
“Aku pun merasa menyesal, Tuan. Tidak seharusnya aku membuka jendela
dalam cuaca sedingin ini. Tidak seharusnya pula kulepas anjingku untuk mengusik
Anda. Dan suatu perbuatan lancang bahwa aku telah merenggut pipa Anda dan
membuangnya keluar,”
sahut wanita tengah baya itu.
Akhirnya kereta api tiba di tempat
tujuan. Kedua-duanya turun, dan mereka bercakap-cakap sebentar sebelum keluar
stasiun. Tiba-tiba terlihat sesosok tubuh mungil bergerak-gerak di kejauhan.
Itulah anjing pudel milik wanita tengah baya, berlari menyusuri rel masuk ke
halaman stasiun. Di mulutnya ia menggigit sepotong pipa, milik lelaki yang
dibuang majikannya lewat jendela.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar