KONON dulu beruang sangat tampan
dengan ekor yang berwarna indah berjuntai. Hal itu membuat beruang sombong dan
selalu membanggakan ekornya, terutama terhadap srigala yang juga berekor namun
tak seindah ekor beruang.
“Hai, lihatlah ekorku ini! Bagus sekali bukan?” lagaknya kepada srigala.
Pada muanya srigala hanya tersenyum
saja, menghormati kawannya. Tetapi lama-lama srigala jadi kesal sekali, sebab
beruang menghinanya dengan segala ejekan. Katanya ekor srigala jelek seperti daun
pinus kering.
Pada suatu hari, tibalah musim
dingin. Permukaan air membeku menjadi es, sehingga kawanan binatang kesukaran
mencari makanan. Suatu ketika srigala berhasil mencuri ikan segar dari pasar.
Beruang yang melihatnya tergiur dan menelan air liur. Maka bertanyalah ia
kepada srigala,
“Hei, dari mana kau dapatka ikan itu?”
Srigala yang masih kesal terhadap
beruang, bermaksud memperdayakannya. Ia berkata dengan sungguh – sungguh,
“Kalau kukatakan dari mana kuperoleh ikan ini, aku kuatir kau akan
mengatakannya pada binatang – binatang lain. Wah, bakal mati mata pencaharianku
dalam musim dingin ini.”
“Sungguh mati, tak akan kukatakan kepada siapapun!” sahut beruang.
“Baiklah,”
kata srigala.
“Lihatlah es di atas danau sana. Itulah sebagian dari rahasia itu.
Dibawah lapisan es itu, di dalam air, banyak ikan segarnya.”
“Ah, bagaimana kita bisa menangkap ikan segar itu? Es itu tebal sekali,
cakarku tak akan dapat menangkapnya.”
“Cakarmu?”
ejek srigala.
“Kau tak memerlukan cakar, yang kau perlukan hanya ekormu itu.”
“Ekorku?”
tanya beruang agak ragu-ragu.
“Ya!” sahut
srigala.
“Walaupun ekormu indah dan gagah, kalau tak berguna apalah artinya?
Dengar baik-baik, galilah lubang diatas es itu hingga mencapai airnya. Tidak
perlu terlalu lebar, asal ekormu bisa masuk saja. Lalu tunggulah sampai terasa
ada yang menggigit ekormu. Kalau gerakannya lemah, berarti ikannya kecil. Kalau
gerakannya kuat dan berat, berarti ikannya besar. Tariklah kuat-kuat!” ujar srigala dengan muka
bersungguh-sungguh.
Dengan segera, karena lapar, beruang
berangklah ke danau es. Digalinya lapisan es, dibuatnya lubang sebesar ekornya,
kemudian dimasukkannya ekornya yang indah itu ke dalam lubang. Beruang duduk
dengan tenangnya, menunggu ikan segar yang besar menggigit ekornya.
Brrr……! Angin dingin menghembus.
Telinganya terasa membeku. Ia merasa ekornya mulai ada yang menarik. Namun
dibiarkannya saja, karena tarikannya lemah. Ia menunggu sampai datang tarikan
yang kuat dan berat.
Setelah berjam-jam ia duduk dan
perutnya semakin dililit lapar, ia sudah tak tahan lagi. Maka ia mulai mencabut
ekornya.
“Bup, bup, bup!” wah, tak tercabut!
Tangannya membantu mengangkat, tetapi
tak terangkat juga. Setelah teraba olehnya bulu-bulu ekornya telah digumpali
es, sadarlah ia akan tipu daya srigala. Dengan sekuat tenaga ditariknya
ekornya.
“Brrrrkkk!” dan putuslah ekor beruang
itu.
Bulunya yang indah berjuntai putus
dari pangkalnya. Beruang menangis, menyesal sekali.
“Srigala! Srigala! Hei, dimanakah kau sembunyi!”
Dengan sigap dan tangkas beruang
meluncur di atas es. Beruang tak memperdulikan lagi teriakan-teriakan heran
binatang-binatang lainnya.
Ketika ditemuinya srigala sedang
tidur bersandar di sebatang pohon pinus yang tumbang, dengan mengendap-endap
beruang menerkam ekor srigala yang menjuntai. Tetapi beruang jatuh terlentang.
“Ha ha ha ha ha, kau salah lihat beruang! Itu bukan ekorku, melainkan
pucuk pinus kering,” kata
srigala sambil tertawa.
Beruang semakin panas hatinya. Hendak
dikejarnya srigala itu, tetapi srigala telah lebih dulu lari cepat menghilang
di balik pohon-pohon pinus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar