Senin, 29 Mei 2017

MULANYA BERUANG TAK BEREKOR

KONON dulu beruang sangat tampan dengan ekor yang berwarna indah berjuntai. Hal itu membuat beruang sombong dan selalu membanggakan ekornya, terutama terhadap srigala yang juga berekor namun tak seindah ekor beruang.

“Hai, lihatlah ekorku ini! Bagus sekali bukan?” lagaknya kepada srigala.

Pada muanya srigala hanya tersenyum saja, menghormati kawannya. Tetapi lama-lama srigala jadi kesal sekali, sebab beruang menghinanya dengan segala ejekan. Katanya ekor srigala jelek seperti daun pinus kering.

Pada suatu hari, tibalah musim dingin. Permukaan air membeku menjadi es, sehingga kawanan binatang kesukaran mencari makanan. Suatu ketika srigala berhasil mencuri ikan segar dari pasar. Beruang yang melihatnya tergiur dan menelan air liur. Maka bertanyalah ia kepada srigala,

“Hei, dari mana kau dapatka ikan itu?”

Srigala yang masih kesal terhadap beruang, bermaksud memperdayakannya. Ia berkata dengan sungguh – sungguh,

“Kalau kukatakan dari mana kuperoleh ikan ini, aku kuatir kau akan mengatakannya pada binatang – binatang lain. Wah, bakal mati mata pencaharianku dalam musim dingin ini.”

“Sungguh mati, tak akan kukatakan kepada siapapun!” sahut beruang.

“Baiklah,” kata srigala.

“Lihatlah es di atas danau sana. Itulah sebagian dari rahasia itu. Dibawah lapisan es itu, di dalam air, banyak ikan segarnya.”

“Ah, bagaimana kita bisa menangkap ikan segar itu? Es itu tebal sekali, cakarku tak akan dapat menangkapnya.”

“Cakarmu?” ejek srigala.
“Kau tak memerlukan cakar, yang kau perlukan hanya ekormu itu.”

“Ekorku?” tanya beruang agak ragu-ragu.

“Ya!” sahut srigala.
“Walaupun ekormu indah dan gagah, kalau tak berguna apalah artinya? Dengar baik-baik, galilah lubang diatas es itu hingga mencapai airnya. Tidak perlu terlalu lebar, asal ekormu bisa masuk saja. Lalu tunggulah sampai terasa ada yang menggigit ekormu. Kalau gerakannya lemah, berarti ikannya kecil. Kalau gerakannya kuat dan berat, berarti ikannya besar. Tariklah kuat-kuat!” ujar srigala dengan muka bersungguh-sungguh.

Dengan segera, karena lapar, beruang berangklah ke danau es. Digalinya lapisan es, dibuatnya lubang sebesar ekornya, kemudian dimasukkannya ekornya yang indah itu ke dalam lubang. Beruang duduk dengan tenangnya, menunggu ikan segar yang besar menggigit ekornya.

Brrr……! Angin dingin menghembus. Telinganya terasa membeku. Ia merasa ekornya mulai ada yang menarik. Namun dibiarkannya saja, karena tarikannya lemah. Ia menunggu sampai datang tarikan yang kuat dan berat.

Setelah berjam-jam ia duduk dan perutnya semakin dililit lapar, ia sudah tak tahan lagi. Maka ia mulai mencabut ekornya.

“Bup, bup, bup!” wah, tak tercabut!
Tangannya membantu mengangkat, tetapi tak terangkat juga. Setelah teraba olehnya bulu-bulu ekornya telah digumpali es, sadarlah ia akan tipu daya srigala. Dengan sekuat tenaga ditariknya ekornya.

“Brrrrkkk!” dan putuslah ekor beruang itu.

Bulunya yang indah berjuntai putus dari pangkalnya. Beruang menangis, menyesal sekali.

“Srigala! Srigala! Hei, dimanakah kau sembunyi!”

Dengan sigap dan tangkas beruang meluncur di atas es. Beruang tak memperdulikan lagi teriakan-teriakan heran binatang-binatang lainnya.
Ketika ditemuinya srigala sedang tidur bersandar di sebatang pohon pinus yang tumbang, dengan mengendap-endap beruang menerkam ekor srigala yang menjuntai. Tetapi beruang jatuh terlentang.

“Ha ha ha ha ha, kau salah lihat beruang! Itu bukan ekorku, melainkan pucuk pinus kering,” kata srigala sambil tertawa.


Beruang semakin panas hatinya. Hendak dikejarnya srigala itu, tetapi srigala telah lebih dulu lari cepat menghilang di balik pohon-pohon pinus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar