Ketika Raja Shah Jabar wafat,
kedudukkannya digantikan oleh anak sulungnya, Raja Shah Johan. Maka waktu
itulah Raja Shah Azam yang lebih terkenal dengan nama panggilan Raja Bongsu,
merasa bahwa telah tiba waktunya untuk ia pergi mengembara. Ia pun mendapatkan
kakaknya untuk minta diri.
“Kapan kau akan pergi?” tanya Raja Shah Johan.
“Besok pagi-pagi sekali.”
“Kalau begitu niatmu, tentu saya tidak bisa menghalangimu. Pergilah dan
jangan terlalu lama meninggalkan kerajaan. Doaku selalu menyertaimu,” ujar Raja Shah Johan.
Keesokan paginya, Raja Bongsu pun
sudah siap dengan perahunya di pantai. Banyak sobat kenalan yang mengantarnya.
Mereka semua bersedih hati sebab tidak tahu kapan Raja Bongsu baru akan
kembali.
“Kemana kau hendak pergi?” ujar mereka.
“Saya hendak belajar kepada orang bijaksana yang tempatnya amat jauh dari
sini. Ia tinggal di sebuah pulau pada sebuah danau yang besar.”
Sesudah mendayung perahunya
berhari-hari, akhirnya Raja Bongsu pun melihat pulau itu. Ia mendaratkan perahunya
di pantai. Ketika itu ia melihat ada seekor ikan yang hampir mati di atas
pasir. Ikan itu hampir tidak bisa di tolong lagi. Tetapi Raja Bongsu tetap
mengangkat juga ikan itu dan memasukkannya ke dalam air. Dan tiba-tiba saja
ikan itu berbicara,
“Terima kasih, kau telah menyelamatkan hidupku.”
Lalu dari mulut ikan itu mengeluarkan
sebuah mustika ikan dan diberikannya kepada Raja Bongsu.
“Cuma ini yang bisa aku berikan kepadamu. Apabila kau berada dalam
bahaya, gosoklah mustika ini ke tanganmu. Saya akan segera datang menolongmu.”
Lalu ikan itu pun lenyap.
Sesudah Raja Bongsu menambatkan
perahunya dan menyembunyikannya di semak-semak, Raja Bongsu berjalan-jalan
menyelidiki pulau tersebut. Tidak berapa lama kemudian, ia melihat sebuah rumah
yang bagus dan besar. Rumah itu sangat indah, seperti yang belum pernah ia
melihatnya. Matahari seperti bersinar dari atas gentengnya. Dan dinding-dinding
nya bercahaya keemasan. Pintu-pintu dan jendelanya amat besar-besar, sehingga
Raja Bongsu segera tahu bahwa itu tentu rumah seorang raksasa. Dan benarlah!
Seorang raksasa yang amat besar sedang berdiri dibawah sebuah pohon
memperhatikannya.
“He ! Apa keperluanmu datang kemari? Dan siapakah kau?” tanya raksasa itu dengan suaranya
yang bagaikan Guntur.
“Saya datang untuk bekerja kepadamu,” sahut Raja Bongsu tak gentar.
“Ha ha ha! Bagus! Saya akan memberimu pekerjaan. Pertama-tama, ambillah
sapu ini dan sapulah halaman ini. Jangan sekali-kali kau masuk ke dalam rumah.
Saya akan segera pergi, tapi juga akan segera kembali!”
Begitu raksasa itu pergi, segera Raja
Bongsu masuk ke dalam rumah. Ia begitu terpesona melihat keindahan rumah sang
Raksasa. Hampir semua perabotannya terbuat dari emas dan perak. Ia membuka
semua pintu untuk melihat apa isinya. Dan ketika ia membuka sebuah pintu di
dekat dapur, ia melihat seorang gadis yang amat cantik. Gadis itu tengah
bekerja membuat uang emas.
“Siapa namamu?”
tanya Raja Bongsu.
“Dan kau datang dari mana?”
“Namaku Putri Melor Di-awan. Ayahku Raja Gentara Alam yang berkuasa di
sebelah utara danau ini. Tapi raksasa itu telah menangkapku ketika saya sedang
bermain di danau dengan budakku.”
“Kalau begitu, kenapa kau tidak melarikan diri?”
“Mana bisa! Budakku sudah dimakannya, tinggal saya sendiri. Ia mengetahui
segala sesuatu yang terjadi. Sehingga kalau kita melarikan diri, segera ia
dapat menangkapnya. Ia cuma dapat dikalahkan kalau ia sedang tidur.”
“Baiklah kalau begitu, saya akan menyapu halaman dulu.”
“Tunggu dulu. Kau harus tahu, bahwa betapa pun kau sapu, namun halaman
itu takkan pernah bersih. Tapi jika kau balikkan sapu itu menghadap ke atas,
nanti semua sampah akan terbang.”
Raja Bongsu dan Putri Melor Di-awan
kemudian membuat rencana untuk melarikan diri nanti kalau rakasasa sudah tidur.
Putri Melor Di-awan menunjukkan Raja Bongsu tempat dua ekor kuda ditambatkan,
di belakang rumah.
Ketika mereka sedang asyik mengatur
rencana itu tiba-tiba terdengar langkah sang Raksasa dari jauh. Segera Raja
Bongsu mulai menyapu. Tentu saja dengan batang sapu yang menghadap ke atas,
sehingga dalam sekejap halaman sudah bersih.
“Ho! Ho!”
gelak sang Raksasa.
“Kau sangat pintar. Besok akan saya kasih pekerjaan yang lain yang tentu
saja lebih sukar.”
Lalu ia menyuruh Raja Bongsu pergi.
Ia sendiri mau tidur.
Ketika ia sudah tidur itu, segera
Putri Melor Di-awan keluar dari tempatnya dan bersama-sama dengan Raja Bongsu
melompat ke atas kuda lalu melarikan diri ke pantai. Tidak berapa lama kemudian
mereka sudah berada di atas perahu yang di kayuh oleh Raja Bongsu, menjauh dari
pulau itu. Tapi segera mereka mendengar suara langkah sang Raksasa.
Kemudian raksasa itu sudah berada di
tepi pantai, lalu melempari mereka dengan batu-batu. Untung batu-batu itu tidak
mengenai sasarannya. Tapi kini raksasa itu memukul air dengan pohon-pohon kayu
yang besar. Air menjadi bergelombang, dan perahu Raja Bongsu terancam
tenggelam. Raja Bongsu menjadi sangat panik. Tetapi segera ia teringat pada
mustika yang diberikan ikan padanya. Segera ia menggosoknya dan muncullah ikan
tersebut.
“Tolong! Tolong!” teriak Raja Bongsu dan Putri Melor Di-awan.
Ikan itu lalu menyelam dan
menghampiri sang Raksasa lalu menggigit kakinya dan menariknya ke dalam air
sampai ia tenggelam.
Maka Raja Bongsu dan Putri Melor
Di-awan segera pulang ke tempat Raja Bongsu, dimana kakaknya Raja Shah Johan
tengah menantinya. Lalu Putri Melor Di-awan dilamar untuk menjadi istri Raja
Bongsu.
Sesudah menikah, mereka akan tinggal
di rumah sang Raksasa yang kini telah menjadi milik mereka berdua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar