Senin, 29 Mei 2017

RAJA BONGSU

Ketika Raja Shah Jabar wafat, kedudukkannya digantikan oleh anak sulungnya, Raja Shah Johan. Maka waktu itulah Raja Shah Azam yang lebih terkenal dengan nama panggilan Raja Bongsu, merasa bahwa telah tiba waktunya untuk ia pergi mengembara. Ia pun mendapatkan kakaknya untuk minta diri.

“Kapan kau akan pergi?” tanya Raja Shah Johan.

“Besok pagi-pagi sekali.”

“Kalau begitu niatmu, tentu saya tidak bisa menghalangimu. Pergilah dan jangan terlalu lama meninggalkan kerajaan. Doaku selalu menyertaimu,” ujar Raja Shah Johan.

Keesokan paginya, Raja Bongsu pun sudah siap dengan perahunya di pantai. Banyak sobat kenalan yang mengantarnya. Mereka semua bersedih hati sebab tidak tahu kapan Raja Bongsu baru akan kembali.

“Kemana kau hendak pergi?” ujar mereka.

“Saya hendak belajar kepada orang bijaksana yang tempatnya amat jauh dari sini. Ia tinggal di sebuah pulau pada sebuah danau yang besar.”

Sesudah mendayung perahunya berhari-hari, akhirnya Raja Bongsu pun melihat pulau itu. Ia mendaratkan perahunya di pantai. Ketika itu ia melihat ada seekor ikan yang hampir mati di atas pasir. Ikan itu hampir tidak bisa di tolong lagi. Tetapi Raja Bongsu tetap mengangkat juga ikan itu dan memasukkannya ke dalam air. Dan tiba-tiba saja ikan itu berbicara,

“Terima kasih, kau telah menyelamatkan hidupku.”

Lalu dari mulut ikan itu mengeluarkan sebuah mustika ikan dan diberikannya kepada Raja Bongsu.

“Cuma ini yang bisa aku berikan kepadamu. Apabila kau berada dalam bahaya, gosoklah mustika ini ke tanganmu. Saya akan segera datang menolongmu.”

Lalu ikan itu pun lenyap.
Sesudah Raja Bongsu menambatkan perahunya dan menyembunyikannya di semak-semak, Raja Bongsu berjalan-jalan menyelidiki pulau tersebut. Tidak berapa lama kemudian, ia melihat sebuah rumah yang bagus dan besar. Rumah itu sangat indah, seperti yang belum pernah ia melihatnya. Matahari seperti bersinar dari atas gentengnya. Dan dinding-dinding nya bercahaya keemasan. Pintu-pintu dan jendelanya amat besar-besar, sehingga Raja Bongsu segera tahu bahwa itu tentu rumah seorang raksasa. Dan benarlah! Seorang raksasa yang amat besar sedang berdiri dibawah sebuah pohon memperhatikannya.

“He ! Apa keperluanmu datang kemari? Dan siapakah kau?” tanya raksasa itu dengan suaranya yang bagaikan Guntur.

“Saya datang untuk bekerja kepadamu,” sahut Raja Bongsu tak gentar.

“Ha ha ha! Bagus! Saya akan memberimu pekerjaan. Pertama-tama, ambillah sapu ini dan sapulah halaman ini. Jangan sekali-kali kau masuk ke dalam rumah. Saya akan segera pergi, tapi juga akan segera kembali!”

Begitu raksasa itu pergi, segera Raja Bongsu masuk ke dalam rumah. Ia begitu terpesona melihat keindahan rumah sang Raksasa. Hampir semua perabotannya terbuat dari emas dan perak. Ia membuka semua pintu untuk melihat apa isinya. Dan ketika ia membuka sebuah pintu di dekat dapur, ia melihat seorang gadis yang amat cantik. Gadis itu tengah bekerja membuat uang emas.

“Siapa namamu?” tanya Raja Bongsu.
“Dan kau datang dari mana?”

“Namaku Putri Melor Di-awan. Ayahku Raja Gentara Alam yang berkuasa di sebelah utara danau ini. Tapi raksasa itu telah menangkapku ketika saya sedang bermain di danau dengan budakku.”

“Kalau begitu, kenapa kau tidak melarikan diri?”

“Mana bisa! Budakku sudah dimakannya, tinggal saya sendiri. Ia mengetahui segala sesuatu yang terjadi. Sehingga kalau kita melarikan diri, segera ia dapat menangkapnya. Ia cuma dapat dikalahkan kalau ia sedang tidur.”

“Baiklah kalau begitu, saya akan menyapu halaman dulu.”

“Tunggu dulu. Kau harus tahu, bahwa betapa pun kau sapu, namun halaman itu takkan pernah bersih. Tapi jika kau balikkan sapu itu menghadap ke atas, nanti semua sampah akan terbang.”

Raja Bongsu dan Putri Melor Di-awan kemudian membuat rencana untuk melarikan diri nanti kalau rakasasa sudah tidur. Putri Melor Di-awan menunjukkan Raja Bongsu tempat dua ekor kuda ditambatkan, di belakang rumah.

Ketika mereka sedang asyik mengatur rencana itu tiba-tiba terdengar langkah sang Raksasa dari jauh. Segera Raja Bongsu mulai menyapu. Tentu saja dengan batang sapu yang menghadap ke atas, sehingga dalam sekejap halaman sudah bersih.

“Ho! Ho!” gelak sang Raksasa.
“Kau sangat pintar. Besok akan saya kasih pekerjaan yang lain yang tentu saja lebih sukar.”

Lalu ia menyuruh Raja Bongsu pergi. Ia sendiri mau tidur.
Ketika ia sudah tidur itu, segera Putri Melor Di-awan keluar dari tempatnya dan bersama-sama dengan Raja Bongsu melompat ke atas kuda lalu melarikan diri ke pantai. Tidak berapa lama kemudian mereka sudah berada di atas perahu yang di kayuh oleh Raja Bongsu, menjauh dari pulau itu. Tapi segera mereka mendengar suara langkah sang Raksasa.

Kemudian raksasa itu sudah berada di tepi pantai, lalu melempari mereka dengan batu-batu. Untung batu-batu itu tidak mengenai sasarannya. Tapi kini raksasa itu memukul air dengan pohon-pohon kayu yang besar. Air menjadi bergelombang, dan perahu Raja Bongsu terancam tenggelam. Raja Bongsu menjadi sangat panik. Tetapi segera ia teringat pada mustika yang diberikan ikan padanya. Segera ia menggosoknya dan muncullah ikan tersebut.

“Tolong! Tolong!” teriak Raja Bongsu dan Putri Melor Di-awan.

Ikan itu lalu menyelam dan menghampiri sang Raksasa lalu menggigit kakinya dan menariknya ke dalam air sampai ia tenggelam.

Maka Raja Bongsu dan Putri Melor Di-awan segera pulang ke tempat Raja Bongsu, dimana kakaknya Raja Shah Johan tengah menantinya. Lalu Putri Melor Di-awan dilamar untuk menjadi istri Raja Bongsu.


Sesudah menikah, mereka akan tinggal di rumah sang Raksasa yang kini telah menjadi milik mereka berdua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar